REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Mualaf Inggris yang juga ibu dua anak Joni Clark memilih pindah dari Penge di tenggara London ke Whitechapel di timur London lantaran aksi kekerasan Islamofobia yang ia terima.
"Saya menerima kekerasan setiap waktu," ujarnya. "Serangan itu sangat memengaruhi anak saya, dan saya khawatir dengan keselamatan anak, jadi saya tidak memiliki pilihan lain kecuali pindah."
Aksi kejahatan bernuansa kebencian terhadap Muslim meningkat di London. Tak tanggung-tanggung, menurut statistik Met Police, peningkatan mencapai 70 persen dalam setahun.
Seperti dikutip BBC, Senin (7/9), berdasarkan data satu tahun terhitung hingga Juli, kasus kejahatan Islamofobia tercatat sebanyak 816 kasus. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan periode sama tahun lalu 478 kejahatan.
Dalam laporannya, Met Police memasukkan kategori kekerasan dari serangan langsung hingga perundungan atau aksi bullying di dunia siber.
Tell MAMA, organisasi yang memantau kejahatan Islamofobia mengatakan, wanita menjadi target utama serangan. Jumlahnya mencapai 60 persen. Kelompok itu menilai, wanita yang mengenakan jilbab lebih terlihat secara fisik sebagai Muslim.
"Kami sadar di jalanan wanita paling terlihat, karena mereka mengenakan hijab atau jilbab, dan itu menjadi target sasaran lebih mudah," ujarnya. "Kami juga sadar wanita yang mengenakan Niqab (penutup wajah) menjadi target serangan lebih agresif."
Hal senada juga disampaikan aktivis dari Met Police. Ia mengungkapkan terdapat sejumlah alasan Muslimah lebih sering menjadi target. "Secara fisik jelas menyatakan mereka Muslim, dan mereka menjadi target para pengecut," ujarnya.