Kamis 03 Sep 2015 14:48 WIB

KH Fakhruddin, Perintis Perbaikan Layanan Haji Indonesia (2-habis)

Rep: Amri Amrullah/ Red: Indah Wulandari
KH Fakhruddin
Foto: wikipedia
KH Fakhruddin

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- KH Fakhruddin yang dianggap serba bisa pun membuat dirinya dipercaya mengurus bagian dakwah, bagian taman pustaka, dan bagian pengajaran.

Pada 1921, ia diutus Muhammadiyah ke Mekah untuk meneliti nasib para jamaah haji yang berasal dari Indonesia karena mereka sering kali mendapat perlakuan yang kurang baik dari pejabat-pejabat Makkah.  Ia bersama Haji Soedjak memprakarsai pembentukan Badan Penolong Haji.

Dalam menjalankan tugasnya itu, dia berkesempatan menghadap Raja Syarif Husein untuk membicarakan perbaikan sistem perjalanan jamaah haji Indonesia.

Ia juga berperan besar dalam perintisan pembentukan Persaoedaraan Djamaah Hadji Indonesia (PDHI) Algemeene Vergadering X di Yogyakarta. Upayanya ini dinilai sebagai langkah besar untuk memperbaiki pelaksanaan haji muslim yang berasal dari nusantara saat ini.

Kiprah politik Kiai Fakhruddin melalui SI hanya dapat bertahan sampai tahun 1926. Hal itu karena ada kemelut di kalangan anggota Sarekat Islam yang kemudian mengeluarkan peraturan disiplin partai, pelarangan rangkap keanggotaan bagi anggota SI.

Berkaitan dengan peraturan tersebut, Fakhruddin memilih untuk tetap di Muhammadiyah. Kiai Fakhruddin juga dikenal sebagai seorang demonstran yang cukup terkenal. Bersama-sama dengan Suryopranoto  pernah menggerakkan demonstrasi buruh perkebunan tebu untuk menuntut hak, kehormatan, dan upah yang wajar.

Kiai Fakhruddin pernah ditangkap Belanda dan dituntut di pengadilan dengan dikenai denda 300 Gulden. Dalam pergerakan dunia Islam, ia pernah pula diutus ke Kairo sebagai wakil umat Islam Indonesia untuk menghadiri konferensi Islam.

Ia terpilih oleh Kongres al-Islam Hindia dan Komite Khilafat saat itu sebagai utusan untuk datang ke Kongres Khilafat di Mesir.

Namun, ia tidak berangkat karena masalah politik Kongres Khilafat tersebut ditunda. Di Muhammadiyah, KH. Fakruddin dikenal sebagai ulama muda yang energik.

Ia bersama Sutan Mansur melakukan tabligh dan mengembangkan Muhammadiyah di Medan dan Aceh. Kiai Fakhruddin juga pernah menggerakkan pawai umat Islam untuk memprotes kebijakan residen Yogyakarta yang terlalu menganakemaskan misi dan zending Kristen.

Efeknya, umat Islam sadar akan jati dirinya sebagai golongan yang mayoritas, serta adanya ancaman zending kristen yang menggrogoti nilai keislaman di masyarakat Nusantara saat itu.

Ia juga banyak mengarang dalam majalah dan surat kabar, juga menulis beberapa buah buku, antara lain Pan Islamisme dan Kepentingan Pengajaran Agama. Berkat jasanya, merintis Majalah Soeara Moehammadijah untuk dijadikan sebagai majalah resminya Hoofdbestuur Muhammadiyah di bawah naungan Bagian Pustaka.

Namun semangatnya dalam berdakwah dan dunia pergerakan nasional tersebut harus berakhir di usia yang masih sangat muda. Pada 28 Februari 1929, KH. Fakhruddin meninggal di usia 39 tahun dan dimakamkan di Pakuncen, Yogyakarta.

Kiai Fakhruddin diangkat menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor  162 Tahun 1964, tanggal 26 Juni 1964.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement