Kamis 27 Aug 2015 14:57 WIB

Alasan MUI Batalkan Pembahasan Fatwa tentang Penimbun Komoditas

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Indah Wulandari
etua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, Abdusshomad Buchori (kiri) membacakan hasil sidang komisi-komisi dalam sidang pleno disela-sela Musyawarah Nasional (Munas) IX Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (26/8).
Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
etua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, Abdusshomad Buchori (kiri) membacakan hasil sidang komisi-komisi dalam sidang pleno disela-sela Musyawarah Nasional (Munas) IX Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (26/8).

REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Sidang pleno Munas IX Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menyetujui dua fatwa tentang kriminalisasi hubungan suami istri dan fatwa tentang pendayagunaan harta zakat, infak, sedekah, dan wakaf untuk pembangunan sarana air bersih dan sanitasi.

 

Namun, sejatinya ada fatwa yang seharusnya ikut dibahas dalam Munas MUI kali ini. Yakni, fatwa tentang penimbun komoditas  terkait hajat orang banyak yang dapat merusak tatanan ekonomi nasional.

 

“Sebenarnya, fatwa ini rencananya mau dibuat dan ditetapkan pada Munas kali ini. Tapi, tidak sempat, karena baru muncul,” ungkap Ketua Umum MUI Dr KH Ma’ruf Amin, di Surabaya, Kamis (27/8).

 

Menurut Ma’ruf, saat ini banyak permintaan agar MUI mengeluarkan fatwa. Salah satunya terkait dengan maraknya penimbunan barang-barang kebutuhan masyarakat. Karena itu, MUI akan segera membuat fatwa tentang hukumnya menimbun barang- barang ini.

 

Seperti menimbun daging atau barang-barang kebutuhan pokok yang sekarang ini sudah merusak rakyat. Rakyat dirugikan akibat penimbunan.

 

Dampaknya harga sejumlah kebutuhan pokok pun menjadi naik dan kian tak terjangkau oleh masyarakat. “Ini sangat merusak tatanan perekonomian nasional,” tegas Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement