REPUBLIKA.CO.ID, oleh Anggito Abimanyu
Alquran Surat Ali Imran (3) ayat 97 menegaskan, bahwa haji diwajibkan hanya kepada umat Islam yang memiliki kemampuan. Bagi umat Islam yang tidak memiliki kemampuan dimaksud tidak ada kewajiban untuk berhaji. Para ulama fiqh mengulas makna istitha’ah yang menjadi persyaratan wajib bagi calon jamaah haji secara lebih rinci. Jika melihat beberapa ulasan makna istitha’ah dalam kitab-kitab fiqh, maka akan ditemukan luasnya spektrum makna istitha’ah tersebut.
Para ulama Banjar berdasarkan kitab Sabilal Muhatadin karangan Syekh Muhammad Arsyad Al- Banjary (Shagir, 1990) menjelaskan secara ringkas makna istithâ’ah mencakup beberapa hal, antara lain:
a. Istithâ’ah harta yaitu adanya perbekalan untuk membayar biaya penyelenggaraan ibadah haji atau BPIH pergi dan pulang serta biaya hidup, tempat tinggal, makanan dan minuman yang cukup. Berangkat haji dengan pemberian atau hadiah orang lain boleh diterima, namun tidak wajib menerimanya.
b. Istithâ’ah dalam kesehatan. Kemampuan fisik salah satu syarat wajib mengerjakan haji karena pekerjaan ibadah haji berkaitan dengan kemampuan badaniah. Hampir semua rukun dan wajib haji berkaitan erat dengan kemampuan fisik, terkecuali niat (adalah rukun qalbi). Berdasarkan hal tersebut, kemampuan fisik sangat menentukan dan tidak semata-mata atas dasar usia.
c. Kemampuan (istithâ’ah) untuk mendapatkan kendaraan atau alat transportasi sama dengan menyewa atau membeli tiketnya merupakan syarat wajib haji.