Jumat 21 Aug 2015 19:12 WIB

DSN MUI: Kami tak Ganggu BPJS, Tapi Harus Sesuai Syariah

Rep: c 02/ Red: Indah Wulandari
Sejumlah buruh yang tergabung dalam beberapa serikat pekerja melakukan unjukrasa di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/8
Foto: ANTARA FOTO/Novrian Arbi/
Sejumlah buruh yang tergabung dalam beberapa serikat pekerja melakukan unjukrasa di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/8

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA --  Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) masih menganggap akad syariah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) masih belum jelas.

Ketua DSN MUI Dr KH Cholil Nafis mengatakan, semua aspek yang difatwakan MUI tentang BPJS belum hilang.

"Kami tidak mengganggu BPJS. BPJS sangat bagus. Bahkan masyarakat bisa berobat gratis. Tapi, harus sesuai dengan syariah," kata dia saat membuka diskusi panel di UI Salemba, Jumat (21/8).

Seperti permasalahan akad,  Cholil menyebutkan dalam undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional pasal 1 ayat 3, asuransi sosial nasional adalah suatu mekanisme tata cara pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan atau anggota keluarga.

Hal ini juga kembali disebutkan dalam pasal 35  dengan tambahan kata tabungan wajib. , pasal 43 ayat satu yang menyebutkan jaminan sosial berdasarkan prinsip sosial.

Menurut dia, tiga pasal dalam undang-undang yang sama ini memiliki bahasa yang ambigu di sisi hukum. Dalam prinsip sosial undang-undang tersebut tidak melihat aspek syariahnya. Sedangkan dalam aspek syariah, tabungan harus kembali kepada penabung dan inilah kata Cholil yang tidak dilakukan BPJS.

Selain perundang-undangan Cholil juga menyinggung soal standar pelayanan minimum BPJS.  Ia menilai, standar pelayanan minimum BPJS tidak jelas. Sehingga masih banyak masyarakat yang ditolak di rumah sakit. Bahkan tidak terlayani dengan baik.

Sedangkan masyarakat atau peserta BPJS selalu mendapatkan denda ketika terlambat membayar iuran. Cholil menegaskan agar disiplin, pemberlakuan denda boleh-boleh saja. Tapi, denda haru masuk dalam kategori dana sosial. Denda tidak boleh menjadi keuntungan bagi perusahaan.

Namun agar seimbang,  BPJS tidak boleh hanya memberikan sanksi kepada peserta. Peserta juga berhak memberikan sanksi kepada BPJS ketika pelayanan tidak bagus.

"Kalau kita bayar denda, BPJS juga harus didenda. Ini sebagai wakalah karena BPJS mengambil profit dari kita," kata Cholil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement