REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ratusan ulama, cendikiawan, dan aktivis Muslim dari berbagai dunia deklarasikan aksi bersama merespons perubahan iklim dan pemanasan global. Pada intinya, deklarasi menegaskan keprihatinan umat Islam sedunia terhadap krisis iklim dan lingkungan hidup global yang memberi dampak serius.
Para ulama dan cendikiawan Muslim sepakat berdasarkan ajaran Islam yang menekankan tauhid atau kesatuan pencipta mendorong umat manusia melakukan langkah perbaikan dan menghentikan perbuatan-perbuatan yang merusak lingkungan hidup. Deklarasi juga mendesak kepada pemerintah negara-negara di dunia untuk menekan emisi dan efek serendah mungkin
"Apalagi adanya panas ekstrim yang melanda beberapa negara, India, Pakistan, dan Mesir yang membawa korban dan sebagainya," demikian isi deklarasi itu.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin menjelaskan, Islam adalah agama alam (religion of nature) dan membawa pesan kerahmatan dan kesemestaan (rahmatan lil alamin). Maka, seyogyanya umat Islam tampil sebagai leader dalam menanggulangi kerusakan global yang bersifat akumikatif.
Din juga menegaskan, sistem dunia dan negara-negara industri berinvestasi pada pemanasan global dan perubahan iklim. Karena itu, perlu perubahan sistem dunia dan turunannya dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik, dengan suatu sistem alternatif.
"Sistem baru ini perlu bertumpu pada nilai-nilai moral dan etika keagamaan. Dalam kaitan ini, perlu dirumuskan nilai-nilai etika bersama (shared ethical values) untuk penanggulangan perubahan iklim dan pemanasan global tersebut," kata dia.
Deklarasi dan pikiran-pikiran dari Simposium Istanbul ini akan disampaikan pada forum dunia lanjutan, antara lain, Konferensi Agama-Agama untuk Pembangunan Berkelanjutan di Bristol, Inggris, 8-9 September, dan COP 2015 di Paris.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, dan Fachruddin Mangunjaya yang akan menghadiri forum itu berjanji akan terus menyuarakan pandangan-pandangan Islam dan pengalaman Indonesia untuk dunia.