REPUBLIKA.CO.ID, PASIR KOJA -- Jakarta Islamic Center (JIC) lahir dari gagasan mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso. Jauh sebelum Islamic Center berdiri, ada tempat prostutusi terbesar di Asia Tenggara yang dikenal dengan kawasan Kramat Tunggak.
Pada era mantan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, semua Pekerja Seks Komersial (PSK) di Jakarta di lokalisir dalam satu tempat yang bernama "Kramat Tunggak". Kramat Tunggak sendiri berasal dari nama jalan, "Jalan Kramat Jaya" dan "Tunggak" yang berarti pohon yang dipotong untuk dijadikan tambatan nelayan.
Nama tersebut terkenal pada tahun 70-an sampai 1998. Karena di tempat ini, sekitar 2.530 PSK dan Mucakari yang berjumlah kurang lebih 200 orang, melakukan bisnis hitam di wilayah seluas 11 hektar, tempat JIC sekarang berdiri.
Harapan mantan Ali Sadikin dulu membangun tempat lokalisasi ini agar para PSK tidak berada di jalan-jalan. Intinya ia menginginkan supaya mereka semua berada di satu tempat. Kemudian di pilihlah satu tempat di Jalan Kramat Jaya, Jakarta Utara.
Karena lokasinya yang tidak terlalu jauh dari pelabuhan Tanjung Priok. Sebab harapannya dulu para pelaut tidak perlu jauh-jauh pergi ke rumah bordil. Karena jaraknya hanya sekitar 30 menit dari bibir pantai.
Seiring berjalannya waktu, banyak hal-hal yang tidak diinginkan terjadi di wilayah ini. "Namanya pembunuhan, narkoba, bayi tanpa orangtua dan aksi keriminal lainnya banyak terjadi di sini," kata pembina anak dan remaja JIC, Muhammad Hasyim kepada ROL, Kamis (13/8).
Banyaknya aksi kriminal di tempat lokalisasi ini, dan tentunya mengganggu masyarakat sekitar. Akhirnya sejalan dengan era reformasi pada tahun 1998, para ulama dan tokoh masyarakat mendesak supaya tempat ini ditutup. Pada tahun 1999, tempat ini resmi ditutup dan diganti bangunan Islamic Center (JIC).