Selasa 11 Aug 2015 17:59 WIB
Muktamar NU

Legislator Ini tak Setuju Rekomendasi NU tentang Koruptor

Rep: Issha Haruma/ Red: Indah Wulandari
Demo anti korupsi
Foto: Ismar Patrizki/Antara
Demo anti korupsi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Mahyudin mengaku tidak sependapat dengan rekomendasi Nahdlatul Ulama (NU) terkait pemberian hukuman mati bagi para koruptor.

"Undang-Undangnya kan belum sampai ke sana, sekarang kan hukuman maksimal 20 tahun. Kita ikuti UU saja dulu," kata Mahyudin kepada Republika, Selasa (11/8).

Politikus Partai Golkar itu mengatakan, saat ini berbagai negara di dunia sudah mulai membatasi hukuman mati. Indonesia pun, lanjutnya, harus melakukan kajian mendalam lagi terkait hukuman mati, baik dari segi hak asasi manusia maupun definisi korupsi itu sendiri yang masih belum jelas.

"Jangan sampai ada pasal yang berada di grey area (wilayah abu-abu). Misalnya, sekarang kan ada yang memperkaya orang lain. Itu kan harus dikaji lagi, definisinya diperjelas," ujarnya.

Meski begitu, ia mengapresiasi rekomendasi NU tersebut. Rekomendasi tersebut, lanjutnya, dapat dijadikan masukan untuk merevisi UU terkait, seperti UU Tindak Pidana Korupsi dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Opini, wacana boleh tapi kan harus disesuaikan dengan UU saja. Nanti aspirasi itu menjadi masukan untuk merevisi ke depan," kata Mahyudin.

Sebelumnya, Komisi Bahtsul Masa'il Waqi'iyah dalam Muktamar ke-33 NU sepakat atas penerapan hukuman mati terhadap koruptor.

Koruptor dianggap layak dihukum mati karena dampak dari perbuatannya menimbulkan kerugian yang luar biasa. Selain koruptor, hukuman mati juga dianggap layak diberikan untuk pelaku pembunuhan, produsen, pemasok, pengedar narkoba, dan perampok.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement