REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cendekiawan Komaruddin Hidayat meyakini rakyat Indonesia siap berkorban untuk negara, jika pemimpin bangsa juga menunjukkan hal yang sama dalam perilaku dan kebijakannya. "Rakyat itu mau 'kok' berkorban dan menderita demi negara asal ada keadilan, pemimpinnya juga rela hidup prihatin. Kalau pemimpinnya korupsi, ya rakyat akan marah," ujar Komaruddin kepada Antara di Jakarta, Jumat (7/8).
Komaruddin menjelaskan pengorbanan rakyat itu sudah ditunjukkan sejak masa perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan, di mana saat itu rakyat dan pemimpin sama-sama berjuang demi kepentingan negara.
Saat itu, lanjut Guru Besar Filsafat Agama UIN Syarif Hidyatullah Jakarta ini, masyarakat Indonesia siap mengorbankan nyawa dan membantu keuangan negara dengan memberikan uang ataupun emas. "Rakyat itu mau berkorban nyawa, bahkan nyumbang uang dan emas juga mau," ujar Doktor Filsafat dari Middle East Technical University, Turki, ini.
Namun, menurut pria yang pernah menjabat sebagai Rektor UIN Syarif Hidyatullah tersebut, para pemimpin saat ini sulit mendapatkan rasa hormat dari rakyat karena sering terlibat korupsi. "Sekarang ini tingkat konsumerismenya tinggi sekali dan korup, yang mengurangi rasa hormat dari rakyat," tutur Komaruddin.
Rakyat Indonesia, saat masa memperjuangkan dan membela kemerdekaan, memang tidak jarang mengorbankan nyawa dalam peperangan. Selain nyawa, sejarah juga mencatat rakyat pernah menyumbangkan emas dan uang untuk pemerintah.
Menurut laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, rakyat Provinsi Aceh pernah menyumbangkan uang dan emas kepada pemerintah, yang diberikan kepada Bung Karno di akhir kunjungan Sang Proklamator pada 20 Juni 1948.
Sumbangan yang berjumlah 120.000 dollar Singapura dan 20 kg emas itu dihimpun dari masyarakat Aceh oleh Panitia Dana Dakota (Dakota Fund) di Aceh pimpinan HM Djoened Joesof serta Said Muhammad Alhabsyi dan digunakan untuk membeli sebuah pesawa terbang jenis Dakota yang diberi nama R-001 Seulawah.
Seulawah sendiri berarti "gunung emas" dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari sejarah berdirinya maskapai Indonesian Airways, perusahaan penerbangan niaga pertama Indonesia. Pesawat Seulawah itu memiliki dua mesin yaitu Pratt dan Whitney dengan bobot 8.030 kg, panjang badan serta 19,66 meter, rentang sayap 28,96 meter dan dapat terbang dengan kecepatan maksimal 346 km/jam.
Pemberian sumbangan ini merupakan bukti nyata dukungan yang diberikan rakyat Indonesia, khususnya masyarakat Aceh, dalam proses perjalanan Republik Indonesia mempertahankan kemerdekaannya.