REPUBLIKA.CO.ID,JOMBANG -- Arena Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-33 tidak hanya marak dengan atribut nahdliyyin. Bendera dan atribut partai yang didominasi warna hijau seolah sengaja disandingkan dengan bendera NU.
Sekretaris Tanfidz PWNU Papua Barat, Syahruddin Makki bahkan mengungkapkan, telah menemukan sejumlah delegasi peserta Muktamar mewakili empat kabupaten di Provinsi Papua Barat yang belum memiliki PCNU.
Yakni, Kabupaten Pegunungan Apak, Manokwari Selatan, Maybrat, dan Telukwondama. Setelah diidentifikasi, delegasi tersebut adalah pengurus DPC Partai Kebangkitan Bangsa Kabupaten Manokwari alias muktamirin asli tapi palsu (Aspal).
“Kami tak pernah merekomendasikan Pembentukan Cabang NU di sana. Karena memang tidak ada muslim di sana. Kami tak bisa mengusir mereka karena mereka memiliki co-card peserta,” ungkap Syahruddin dalam rilisnya, Rabu (5/8).
Mendapati fakta tersebut, ia curiga kalau para kader dan pengurus partai juga disusupkan ke arena formal Muktamar sebagai peninjau. Sementara, para Ketua Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom NU banyak yang tidak dilibatkan di ruang-ruang sakral persidangan Muktamar.
“Anehnya mereka mengklaim punya SK dari PBNU, padahal tak pernah kami rekomendasikan. Anehnya lagi bisa lolos menjadi peserta tanpa verifikasi. Kenapa panitia melegalkan? Siapa yang menghadirkan mereka di sini?” ujarnya.
Hal serupa diungkapkan Ketua Tanfidz PWNU Kepulauan Riau, Tarmudzi Tohor. Menurutnya, dalam sejumlah agenda sidang komisi hingga sidang pleno lalu, banyak pengurus partai menjadi peserta maupun peninjau.
“Muktamar ini terlihat tidak murni lagi dilaksaankan oleh NU, karena di mana ada kegiatan, baik sidang komisi, pleno dan sebagainya, selalu ada orang-orang partai di situ. Ada apa ini, pasti ada sesatu di belakangnya?” tanyanya.
Ia juga mengungkapkan, kekisruhan di Muktamar NU ini disebabkan oleh kegagalan panitia dalam mengatus jalannya forum serta kentalnya intervensi partai.
“Ada apa sebenarnya, muktamar kenapa dibikin ribut-ribut begini. Saya berharap semua kembali ke hati nurani, mari bermuktamar yang benar, bukan bermuktamar karena kepentingan-kepentingan tersendiri,” harapnya.