Senin 03 Aug 2015 07:13 WIB
Muktamar NU

Pemimpin NU Idealnya Berkarakter Seperti Rasulullah

Presiden Joko Widodo (kiri) diikuti Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj (kanan) dan Pengurus PBNU Mustofa Bisri (kedua kanan) menuruni mimbar usai membuka Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 di Jombang, Jawa Timur, Sabtu (1/8).
Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru
Presiden Joko Widodo (kiri) diikuti Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj (kanan) dan Pengurus PBNU Mustofa Bisri (kedua kanan) menuruni mimbar usai membuka Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 di Jombang, Jawa Timur, Sabtu (1/8).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Alotnya proses dalam Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-33 di Jombang, Jawa Timur disinyalir karena terpengaruh oleh nalar politik. Padahal pemimpin NU idealnya harus memiliki sifat seperti Rasulullah SAW.

“NU ini bukan LSM apalagi partai politik yang bisa bergerak pragmatis atau kepentingan sesaat. Pemimpin NU harus berpengaruh bukan mudah dipengaruhi harus memiliki nalar politik, tapi tidak mudah dipolitisir oleh parpol tertentu,” papar intelektual muda Nahdlatul Ulama Arif Taufiq NA dalam rilis yang diterima ROL, Senin (3/8).

Selain itu, kata Arif, pemimpin NU juga harus menguasai empat sifat yang ada pada diri Rasulullah SAW, yakni fathanah (cerdas), amanah, shidiq (terpercaya), dan kemampuan memengaruhi atau tabligh.

Sifat itu, ujarnya, tercermin dari kemampuan menguasai forum dan struktur organisasi hingga tingkat ranting NU.

“Tapi, memengaruhinya bukan dengan money politics, melainkan karena kharisma dan kepercayaan publik. Dalam hal ini diuji dari kemampuan merangkul cabang dan wilayah, bukan dengan pemaksaan Ahwa (ahlul halli wal aqdi),” imbuhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement