REPUBLIKA.CO.ID,JOMBANG -- Sistem pemilihan ahlul halli wal aqdi (Ahwa) diterapkan dengan harapan dapat memperkuat kembali supremasi Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
“Ahwa itu tradisi yang lama berkembang di NU. Ini perlu diterapkan kembali untuk memperkuat syuriyah, dalam hal ini Rais Aam. Selain itu, Ahwa dimaksudkan agar tidak terjadi persaingan dalam pemilihan Rais Aam,
agar tidak ada riswah dan tidak ada konflik,” kata Wakil Sekjen PBNU Adnan Anwar, dalam rilisnya, Jumat (31/7).
Adapun Ahwa akan diterapkan sekarang atau pada muktamar selanjutnya, semua tergantung muktamirin.
“Ahwa bisa diputuskan pada muktamar kali ini. Namun apakah diputuskan akan diterapkan sekarang atau muktamar berikutnya itu tergantung muktamirin, karena muktamar adalah forum tertinggi,” kata Adnan yang sudah berada di lokasi muktamar di Jombang, Jawa Timur.
Menurutnya, perlunya penerapan kembali sistem Ahwa disepakati dalam rapat pleno PBNU di Wonosobo tahun 2013. Waktu itu, sejumlah pengurus menolak meskipun akhirnya menyepakati perlunya sistem lama itu untuk diterapkan kembali.
Namun, pihaknya mengakui, sosialisasi yang diakukan oleh PBNU tidak dilakukan secara masif ke daerah-daerah. “Setelah diputuskan harusnya sosialisasinya dilakukan secara masif,” katanya.
Walhasil, upaya sosialisasi yang dilakukan oleh PBNU menjelang pelaksanaan muktamar kemarin sudah diliputi suasana saling curigasehingga tidak bisa maksimal. Hingga hari pelaksanaan muktamar, masih banyak PWNU dan PCNU yang tidak menerima Ahwa untuk diterapkan