Jumat 31 Jul 2015 11:15 WIB

MUI Rilis Fatwa, Setop Memvonis Kafir

Rep: C38/ Red: Indah Wulandari
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin (tengah) didampingi pengurus MUI dan sejumlah ulama menyampaikan pernyataan sikap terkait insiden tragedi Tolikara, Papau di Jakarta, Rabu (22/7). MUI mengutuk keras segala tindakan kekerasan terhadap u
Foto: NTARA FOTO/Vitalis Yogi Trisna
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin (tengah) didampingi pengurus MUI dan sejumlah ulama menyampaikan pernyataan sikap terkait insiden tragedi Tolikara, Papau di Jakarta, Rabu (22/7). MUI mengutuk keras segala tindakan kekerasan terhadap u

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengafiran kerap terjadi di tengah kehidupan bermasyarakat. Tak ayal, para ulama menetapkan beberapa ketentuan yang harus ditempuh sebelum mengafirkan orang lain.

Dari naskah hasil sidang ijtima’ ulama Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jumat (31/7) terungkap  ada empat ketentuan yang harus dilakukan.

Menurut hasil ijtima’ ulama pula, dosa besar yang dilakukan seorang Muslim tidak otomatis menjadikannya kafir. Lebih lanjut, MUI menegaskan, merupakan kewenangan MUI Pusat untuk memutuskan kufurnya suatu keyakinan, ucapan atau perbuatan.

Pertama, harus dilakukan verifikasi dan validasi secara jelas mengenai semua hal terkait dengan i’tiqad (keyakinan), perkataan, dan perbuatan yang menyebabkan kekufuran.

Kedua, vonis kafir ditetapkan secara hati-hati sebagai langkah terakhir setelah upaya-upaya lainnya dilakukan. Hal ini dimaksudkan menjaga jangan sampai umat Islam lainnya terjatuh pada kekufuran serupa.

Ketiga, menghindari pengafiran individual-personal, kecuali setelah tegaknya hujjah yang mu’tabarah (tepercaya, otoritatif).

Keempat, vonis pengkafiran hanya boleh dilakukan secara kolektif oleh ulama yang berkompeten yang memahami syarat-syarat dan penghalang takfir.

MUI menambahkan, setiap kesesatan yang ditetapkan setelah melalui prosedur penelitian dan fatwa yang ketat, sudah pasti adalah sesat. Namun, tidak setiap kesesatan yang telah difatwakan otomatis adalah kekafiran dengan segala konsekuensi syar’i-nya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement