Selasa 14 Jul 2015 22:24 WIB

Ini Alasan Idul Fitri Disebut Hari Raya Kemenangan

Rep: c 38/ Red: Indah Wulandari
Idul Fitri
Idul Fitri

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Idul Fitri merefleksikan sebuah kemenangan atas perjuangan sebulan penuh menahan hawa nafsu.

 

“Idul Fitri dapat disebut hari raya kemenangan. Pada hari itu, kaum beriman yang telah menunaikan ibadah Ramadhan meraih kemenangan dengan terlahir kembali kepada fitrah kemanusiaan yang suci dan kuat hati,” kata Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin, kepada Republika, Selasa (14/7).    

 

Secara khusus, tambah Din, Idul Fitri disebut hari raya kemenangan karena pada hari itu, shoimin dan shoimat dapat terlahir kembali sebagai orang-orang yang menang mengendalikan hawa nafsu setelah sebulan penuh berpuasa. Pada Ramadhan itu, kaum Muslim melakukan jihad akbar mengendalikan hawa nafsunya.     

Ia melanjutkan, selain hari raya kemenangan, Idul Fitri juga dapat dimaknai sebagai hari raya kesucian dan kekuatan. Fitrah tidak hanya bermakna suci, tetapi juga kekuatan.

 

Usai sebulan penuh berpuasa, kaum beriman diharapkan dapat terlahir kembali dengan fitrah kemanusiaan yang suci, bersih dari dosa, dan mendapat kekuatan baru. Pasalnya, urai Din, sejatinya ibadah-ibadah Ramadhan mengandung dua arti, yaitu tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) dan tarbiyatun nafs (penguatan diri).

 

Din menambahkan, yang penting bukan sekadar meraih kemenangan, tetapi mempertahankannya. Seringkali, untuk menjadi pemenang tidaklah begitu susah, tapi untuk mempertahankan kemenangan pun tidaklah mudah.

 

Menurut Din, mereka yang tidak mampu mempertahankan kemenangan akan terjatuh pada predikat pecundang. Hal itu sering kali tampak di kalangan umat yang tidak mampu memelihara nilai-nilai Ramadhan pada bulan berikutnya.    

 

"Orang yang menang di hari raya adalah mereka yang meraih ketakwaan. Ini tidaklah mudah sebab meraih ketakwaan membutuhkan perjuangan," kata Din.

 

Ketua Umum PP Muhammadiyah ini pun menyatakan, kemenangan di hari raya adalah milik mereka yang menang dalam mengendalikan hawa nafsu. Kemenangan itu, ujarnya, menjadikan mereka senantiasa berpikir dan berperilaku positif. Dengan kemenangan itu pula, mereka menjadi pribadi yang paripurna.

 

Mereka yang menang, kata Din, adalah mereka yang mampu untuk meraih nilai-nilai Ramadhan. Perwujudan atau pengejawantahan kemenangan itu akan terlihat pada sejauh mana hablum minallah berupa penunaian ibadah dapat menjelma dalam hablum minannas.

 

Din menambahkan, predikat sebagai pemenang menuntut kemampuan untuk mempertahankan. Caranya, dengan memelihara tradisi-tradisi positif yang telah dikerjakan selama bulan suci Ramadhan. Walau Ramadhan telah usai, kita harus senantiasa menjaga kuantitas dan kualitas ibadah kepada Allah.    

 

Ia mengajak umat untuk selalu bertaqarrub kepada Allah, mempertahankan semangat mendalami agama dengan tadarus dan tadabbur. Selepas itu, tak lupa pula berbagi pada sesama lewat zakat ,infak, dan sedekah. Nilai-nilai kebaikan itulah yang diharapkan dapat kita pertahankan pada bulan-bulan selepas Ramadhan.    

 

“Saya berpesan kepada umat Islam. Marilah nilai-nilai Ramadhan itu kita pertahankan dan kita realisasikan di dalam kehidupan nyata, baik sebagai individu, dalam kehidupan keluarga, bermasyarakat, maupun berbangsa-bernegara,” pesan Din.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement