REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembagian zakat massal seringkali memicu permasalahan sosial, bahkan merenggut nyawa seseorang. Presiden Direktur Dompet Dhuafa, Ahmad Juwaini, menilai cara tersebut sudah seharusnya ditinggalkan.
“Sebaiknya, cara itu sudah ditinggalkan karena ada unsur membahayakan bagi orang-orang miskin. Di tengah antrian, kadang muncul potensi terjadinya kerawanan sosial,” kata Presiden Direktur Dompet Dhuafa, Ahmad Juwaini, kepada ROL, Sabtu (11/7).
Ia menjelaskan, pembagian zakat secara langsung seringkali diwarnai kericuhan. Para penerima zakat saling berdesakan, sampai ada yang terinjak-injak. Tak jarang, pembagian zakat secara langsung juga merenggut korban jiwa. Mengingat tingginya risiko tersebut, Juwaini menegaskan, cara itu sebaiknya ditinggalkan oleh umat Islam di Indonesia.
Menurutnya, alternatif yang lebih baik adalah amil mengantarkan langsung kepada orang yang berhak menerima zakat. Zakat bisa diantarkan langsung ke rumah penerima zakat atau komunitas-komunitas yang mengelola orang fakir miskin. Misalnya, panti-panti asuhan. Kalau hal itu bisa dilakukan, kemungkinan terjadinya kerawanan sosial dapat dikurangi.
Juwaini juga menuturkan, selama ini Dompet Dhuafa menyalurkan zakat lewat empat kegiatan utama, yaitu kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan sosial kemanusiaan. Dalam bidang kesehatan, zakat disalurkan lewat klinik dan rumah sakit, sementara dalam bidang pendidikan bisa lewat sekolah atau pemberian beasiswa.
Ia menambahkan, di bidang ekonomi, zakat dimanfaatkan untuk pelatihan keterampilan kerja, pemberian modal usaha, dan pendampingan wirausaha. Sektor sosial kemanusiaan lebih luas lagi, bisa untuk kegiatan dakwah, penanganan bencana, atau kegiatan pelestarian lingkungan.
“Ada juga orang yang kita undang ke kantor untuk menerima zakat, tapi tidak secara massal. Kalau dia tidak bisa datang, kita serahkan ke rumahnya orang per orang,” tegas Juwaini.