Jumat 10 Jul 2015 17:07 WIB

FKPT: Terorisme tak Ada Hubungannya dengan Jenggot dan Gamis

Terorisme
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Terorisme

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sumatera Barat (Sumbar), Prof Syaifullah mengemukakan terorisme tidak ada hubungannya dengan penampilan seperti jenggot dan gamis.

"Jangan orang yang memakai jenggot dan gamis dikira teroris atau radikal karena terorisme itu soal ide dan gagasan," kata dia di Padang, Jumat (10/7). Ia menegaskan terorisme tidak ada hubungan dengan jenggot dan gamis karena hal itu tidak ada hubungan dengan penampilan.

"Terorisme itu orang-orang yang kecewa dan marah serta ingin perubahan secara cepat ke arah yang lebih baik secara drastis," ujar dia.

Menurut dia jenggot, gamis dan lainnya hanya aksesoris yang terlihat secara fisik dan tidak ada kaitan langsung dengan terorisme. Karena itu, jangan sampai hal ini menjadi prasangka dan menimbulkan salah paham terhadap orang yang berjenggot dan bergamis, ujar dia.

Lebih lanjut ia mengatakan Sumbar relatif aman dari ancaman terorisme hingga saat ini. Aksi fisik belum ada , akan tetapi potensi tetap harus diantisipasi seperti perkelahian antar kampung, konflik investor dengan masyarakat dan lainnya, kata dia.

Sementara, Deputi I Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Mayjen Agus Surya Bakti mengatakan media massa menjadi alat propaganda yang efektif bagi teroris. Saat ini, ISIS merekrut ahli teknologi informasi untuk melakukan propaganda di dunia maya, koordinasi dan latihan juga cukup menggunakan media, ujar dia.

Pada bagian lain Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengkritik pola pemberitaan sejumlah media massa di Tanah Air tentang terorisme karena dinilai melanggar etika. "Satu-satunya negara di dunia yang medianya ceroboh dalam memberitakan operasi penangkapan teroris dengan menggelar siaran langsung secara detail hanya di Indonesia," kata dia.

Menyikapi hal itu Dewan Pers telah menyusun peraturan tentang peliputan terorisme yang tertuang dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/IV/2015. Aturan tersebut mengatur tentang bagaimana seharusnya wartawan dan media massa menyiarkan berita terorisme diantaranya menempatkan kepentingan publik diatas kepentingan jurnalistik, ujar dia.

Wartawan tidak boleh menyembunyikan informasi dengan alasan mendapatkan liputan eksklusif karena keselamatan nyawa orang banyak diatas kepentingan berita, kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement