Kamis 18 Jun 2015 16:42 WIB

Imam Istiqlal: Ramadhan Dinanti, Ramadhan Dikhianati

Rep: c38/ Red: Agung Sasongko
Tarhib Ramadhan (ilustrasi)
Foto: Republika/Musiron
Tarhib Ramadhan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ramadhan adalah bulan yang dinanti-nanti oleh umat Islam. Tapi pada saat yang sama, Imam Besar Masjid Istiqlal, KH. Ali Musthafa Yaqub mengemukakan, sebagian di antara umat Islam telah mengkhianati bulan Ramadhan.

“Harus dipahami bahwa tidak makan dan tidak minum itu hanya simbol dari mengekang hawa nafsu. Itu sebagai suatu simbol, sekaligus sarana pelatihan agar kita bersabar,” kata Ali Mustafa kepada ROL, Kamis (18/6).  

Ia menambahkan, seyogyanya kita tidak hanya terpaku kepada simbol, tetapi kepada makna. Makna puasa ialah menahan diri untuk tidak mengikuti hawa nafsu, apalagi mengumbar hawa nafsu. Kalau itu dapat kita lakukan, tambahnya, Ramadhan bisa membawa kita menjadi manusia-manusia yang sabar.

Sayangnya, Ali Mustafa menambahkan, yang terjadi kadang-kadang justru sebaliknya. Teorinya, orang tidak berpuasa memiliki kesempatan makan 24 jam, sedangkan orang yang berpuasa hanya 12 jam. Seyogyanya, hal itu mengurangi tingkat konsumsi pada bulan Ramadhan.

Ali  Mustafa melanjutkan, tapi ibu-ibu selalu mengatakan belanja dapur malah meningkat selama bulan Ramadhan. Ini merupakan pertanda bahwa puasa kita baru sekedar formalitas, belum sampai pada moralitas. Puasa kita hanya sebatas tidak makan dan tidak minum, tapi belum membawa perubahan apa-apa.

Menurutnya, perilaku itu sebenarnya sudah mengkhianati Ramadhan. Ramadhan sejatinya harus diperlakukan sesuai tuntunan yang diberikan Rasulullah, tapi kita justru melakukan hal-hal yang dilarang. “Ramadhan dinanti-nanti, tetapi Ramadhan dikhianati,” kata Ali Mustafa.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement