Sabtu 13 Jun 2015 22:50 WIB

Gubernur NTB Minta Masyarakat Hati-Hati Dalam Gunakan Langgam Lokal

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Gubernur NTB, Dr. K.H. TGH. M Zainul Majdi, M.A
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Gubernur NTB, Dr. K.H. TGH. M Zainul Majdi, M.A

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), TGH Muhammad Zainul Majdi meminta masyarakat lebih berhati-hati saat menggunakan langgam lokal untuk membaca Alquran. Sebab, Alquran memiliki kekhususan dan perlu ada penghormatan.

"Ini masalah spiritual sehingga harus lebih berhati-hati dan Alquran itu memiliki hal yang khusus," ujarnya kepada wartawan di Kota Mataram, Sabtu (13/6).

Ia mengatakan tidak memungkiri pada zaman Rasullulah SAW terdapat langgam yang aneh dalam membaca Alquran. Namun, Alquran memiliki kekhususan. Sehingga, harus dibedakan antara keterbawaan secara alami atau disengajakan.

"Beda antara keterbawaan secara alami dan disengaja memaksudkan Alquran ke dalam langgam yang tidak dikenal sehingga akan menimbulkan kesamaran bagi masyarakat," katanya.

Menurutnya, masyarakat yang mendengar akan juga mempertanyakan apakah Alquran yang dibacakan dengan langgam lokal merupakan Kalam Allah. Atau tembang-tembang hiburan yang diciptakan manusia.

Zainul mengajak banyak jalan dakwah kultural yang bisa dilakukan. Sehingga, tidak perlu mengikuti pandangan orang yang membolehkan semua (langgam lokal).

"Kehormatan Alquran diatas segalanya, tidak hanya masalah tajwid. Sebab, tajwid bisa disesuai-sesuaikan meski tidak sesuai 100 persen," katanya.

Ia menilai terdapat banyak kesalahan tajwid dalam pembacaan Alquran dengan langgam Sasak yang dilakukan Saprianto saat membuka acara Peluncuran Buku Biografi Mudjitahid "Kepemimpinan Sasak Nusantara", di Mataram, Sabtu, 13/6.

Menurutnya, masyarakat harus bisa menghormati keilahian Alquran dengan tanpa melanggamkan Alquran dengan langgam Sasak. Ketika, kehormatan dijaga maka tidak akan mengurangi penghayatan keislaman di kalangan masyarakat.

Zainul mengatakan masyarakat harus meletakan Alquran sebagai simbol yang suci. Sehingga, masalah spiritual tersebut harus lebih berhati-hati. Terlebih, banyak masalah dan isu penting lain yang perlu diperhatikan.

"Dibanding kita masuk pada perselisihan soal membaca Alquran dengan langgam lokal yang tidak berkesudahan dan cenderung menimbulkan konflik serta berujung debat kusir. Bahkan, tidak memberikan manfaat untuk umat," katanya.

Dirinya menghimbau agar seluruh energi sebaiknya dibawah ke arah yang lebih baik untuk kepentingan masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement