REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Nasional 'Ayo Mondok' telah diluncurkan Pengurus Pusat dan beberapa Pengurus Wilayah Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU) di Gedung PBNU, Senin (1/6) kemarin.
Gerakan tersebut ramai dibicarakan para netizen di media sosial, terutama di twitter. Bahkan, tagar tersebut menempati trending topic teratas di media sosial yang kerap disebut mikro blog itu.
Dari Menteri Agama (Menag) RI Lukman Hakim Saifuddin, kiai yang sudah sepuh, sampai dengan para netizen sosial media yang pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren. Mereka berkicau banyak hal tentang pengalaman mereka saat mondok.
Menag Lukman Hakim lewat lewat akun twitter-nya mengatakan keunggulan orang yang pernah nyantri di pondok pesantren. "Umumnya lulusan pondok itu: moderat paham Islamnya, toleran dengan keragaman pandangan, dan cinta tanah air. #AyoMondok" ujar Lukman lewat akun twitter-nya @lukmansaifuddin, Selasa (2/6).
Menag juga mengungkapkan pengalamannya sewaktu mondok di pesantren. "Kenikmatan tiada tara yang ku rasakan saat di pondok adalah TIDUR, meski cuma beralas seadanya tanpa bantal-guling.. ;)) #AyoMondok," ungkapnya.
Selain itu kiai sepuh Mustofa Bisri berkicau, "Dulu orang mondok niatnya 'sederhana': untuk menghilangkan kebodohan. Padahal semakin bertambah ilmunya, orang semakin merasa bodoh. #AyoMondok," ujarnya lewat akun twitter @gusmusgusmu.
Selain itu aktivis muda NU Akhmad Sahal mengatakan kalau mau mendapat keabsahan dalam penguasaan ilmu-ilmu Islam (tafaqquh fid din) pesantren adalah tempat yang pas. "Jadi ciri keilmuan di pesantren terdiri dua aspek utama: mengejar kemahiran ilmu, dan keberkahannya. #AyoMondok," ujar Sahal lewat akun @sahaL_AS.
Sahal mengatakan pengembangan kemahiran ilmu di pesantren bukan hanya dengan mengaji, tapi juga dengan diskusi dan debat. Forum diskusi dan debat di pesantren tersebut diikuti oleh para santri yang memiliki dasar keilmuan yang cukup.
Di kelas musyawarah atau munadzarah para santri berlatih bahtsul masa'il atau menjawab masalah-masalah aktual dari perspektif fikih.
"Kelas Musyawarah melatih para santri untuk riset pustaka, menelusuri teks-teks kitab fikih yang semuanya gundul (tanpa harakat). Di kelas musyawarah, teks rujukan yang sama aja bisa disimpulkan berbeda, apalagi kalo teks rujukannya beda. #AyoMondok," ujarnya.
Sahal menambahkan kelas musyawarah para santri diajari untuk berbeda pandangan sebagai hal yang lazim dalam fikih. Agar santri tidak mudah kagetan dengan keragaman.
Gerakan ini didukung sepenuhnya oleh para pengasuh pondok pesantren di seluruh Indonesia. Selain itu, saat ini setiap pesantren sedang mempersiapkan diri untuk menyosialisasikan gerakan nasional #AyoMondok.
Gerakan ini mempunyai konsekuensi, bahwa pondok pesantren wajib berbenah diri dengan optimal dari berbagai aspek agar mampu menciptakan lembaga dan lulusan berkualitas ala pesantren.