REPUBLIKA.CO.ID, SRAGEN -- Banyak metode untuk belajar dan menikmati sains. Salah satu pembelajaran sains yang berbeda disajikan di SMA Trensains. SMA ini dirancang seperti pondok pesantren.
Siang hari, para santri melakukan observasi dan meneliti di luar ruang kelas, pidato berbahasa asing, dan mengulas permainan dengan nalar matematika dan fisika. Situasi akan berbeda jika mengunjungi di malam hari, kegiatan favorit santri bertajuk “Tahajud Fisika” merupakan zona belajar santri di tengah malam (mid night) dengan pendekatan fun learning yang dikemas santai. Santri belajar sambil berapi unggun menikmati jagung bakar.
Meteode pembelajaran yang didesign ini hanya ada di program 'Trensains'. Pertama kali dilakukan SMA Pondok Pesantren Darul Ihsan, Sragen yang direalisasikan pada 2013. Kurikulum di sekolah ini adalah kurikulum unifikasi, sehingga memiliki karakter kuat dalam integrasi Islam dan Sains. Tenaga pengajar di sekolah dipilih sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing, termasuk para lulusan luar negeri.
Trensains yang ada sekarang ini adalah pondok pesantren yang menjelajah dunia sains sebagai perwujudan gerakan tajdid Muhammadiyah pada usianya yang sudah memasuki abad kedua. Sebagai program nasional, Trensains juga hasil kolaborasi bersama Lazismu yang diharapkan menjadi salah satu aktivasi filantropi strategis. Di luar geraknya yang bersifat karikatif, Trensains merupakan gerakan keilmuan dan amal di era baru dalam memandang alam semesta secara pedagogis.
Pada Kamis (28/5), telah dilaksanakan peletakan batu pertama Trensains di Dukuh Dawei, Desa Banaran, Kecamatan, Sambungmacan, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammmadiyah, Din Syamsuddin dan disaksikan langsung oleh jajaran pimpinan pusat muhammadiyah, direktur eksekutif Lazismu, penggagas Trensains, Bupati Sragen, Kemenag, dan para guru serta santriwan dan santriwati.