REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM -- Pemerintah Belanda secara resmi mengeluarkan Undang-Undang yang melarang masyarakat mengenakan cadar atau burqa, Jumat (22/5). Larangan ini berlaku untuk semua tempat-tempat umum di Belanda, seperti di sekolah, rumah sakit dan transportasi umum.
Namun, larangan ini tidak berlaku saat situasi tertentu dengan alasan keamanan, seperti menghindari kabut di jalan.
“Yang tidak mematuhi aturan ini tidak akan diterima dalam dunia pendidikan, lembaga kesehatan, urusan administrasi dengan pemerintah dan transportasi umum," kata Perdana Menteri Belanda Mark Rutte usai menyetujui usulan RUU yang digarap oleh Kementerian Dalam Negeri Belanda, seperti dikutip dari Ahram Online, Sabtu (23/5).
Rutte menegaskan keputusan yang diambil pemerintah ini tidak ada kaitan dengan kepentingan agama mana pun. Ia menyebut pemerintah mencoba menemukan keseimbangan bagi semua warga Belanda dalam hal kebebasan berpakaian.
Kebebasan yang dimaksud pemerintah adalah pakaian yang tidak mengganggu setiap orang ketika berkomunikasi. Pemerintah menilai dengan mengenakan cadar, komunikasi yang terjalin antarwarga tidak timbal balik karena tidak saling mengenal dan membaca maksud secara verbal.
"RUU tidak memiliki latar belakang agama apapun. Pemerintah mencoba menemukan keseimbangan antara kebebasan orang untuk memakai pakaian yang mereka inginkan dan pentingnya komunikasi timbal balik dan dikenali," ujar Rutte.
RUU pelarangan menggunakan cadar ini sendiri dirancang mitra koalisi partai Liberal VVD dan Partai Buruh PvdA saat mereka membentuk gerbong koalisi pada 2012.
Namun di Eropa, tidak hanya Belanda yang melarang Muslimah mengenakan cadar. Sebelumnya, Prancis pada 2010 juga sudah mengeluarkan peraturan yang sama.
Di Prancis bila ada yang melanggar UU tersebut akan dikenakan denda 150 euro. Tak lama setelah Prancis, Belgia dan Swiss juga memberlakukan hal serupa.