Rabu 06 May 2015 17:06 WIB

Badiuzzaman, Cahaya Cendekia Turki

Rep: c 38/ Red: Indah Wulandari
Badiuzaman said Nursi
Foto: hizmetnews
Badiuzaman said Nursi

REPUBLIKA.CO.ID,Badiuzzaman Said Nursi tidak bisa dipisahkan dari gemilangnya cahaya Turki hari ini, setelah rezim Attaturk yang begitu kelabu.

Tinggal di Kekaisaran Ottoman pada akhir abad ke-19, Badiuzzaman Said Nursi terus berjuang untuk memberi pencerahan pada masyarakat Turki. Ia bergerak di atas dua pilar; sains dan agama.

Onislam.net melansir bahwa Badiuzzaman mulai menulis karyanya yang paling terkenal, Risale i Nur, di Barla. Kitab itu merupakan sebuah komentar komprehensif tentang Alquran yang jumlahnya lebih dari enam ribu halaman. Beliau menuliskannya dalam bahasa Arab dan membagikan kitab itu kepada murid-muridnya.

Itu adalah saat ketika tulisan Arab secara resmi digantikan oleh abjad Turki Latin. Namun, seluruh siswa negara sibuk menduplikasi Risale i Nur, memperkuat keyakinan agama mereka, dan menjaga Alquran tetap hidup.

Namun, perjuangan imam asal Kurdi ini tidak mudah. Berkali-kali ia menjadi sasaran fitnah penguasa, bahkan akan dihukum mati.

Hanya setahun setelah kembali ke Isparta pada tahun 1934, Imam Nursi ditangkap bersama 120 pengikutnya. Di bawah pengawasan ketat, Badiuzzaman dipindahkan dari satu lokasi pengasingan ke lokasi lain selama 18 tahun.

Meskipun pemerintah Turki  berusaha untuk mencegah pengikutnya meluas, Badiuzzaman sebenarnya memperoleh lebih banyak murid akibat sering dipindahkan. Ia kembali menetap di kota Isparta saat masa pengasingannya berakhir pada tahun 1953.

Pada tahun 1956, barulah tulisan-tulisannya boleh dipublikasikan secara komersial. Sebuah sistem politik multi partai telah diadopsi di negara itu dan ia mendorong pengikutnya untuk memilih Partai Demokrat. Badiuzzaman meyakini bahaya terbesar pada zamannya adalah komunisme.

Ia menyatakan kekhawatirannya terhadap kekuatan komunis yang dapat merusak iman umat Islam Islam. Dalam sebuah tulisan menjelang akhir hayatnya, Badiuzzaman menyerukan keimanan kepada para pemuda dan kaum muslimin untuk berjuang bersamanya.

Dalam kondisi sakit parah pada bulan Maret 1960, Badiuzzaman melakukan perjalanan dengan beberapa muridnya ke Urfa di Turki Timur. Secara politis, imam besar ini tidak diinginkan di Urfa. Polisi mencoba memaksanya untuk kembali, sementara orang-orang berkumpul di jalan-jalan, memprotes dan mencegah polisi menyingkirkan imam tercinta mereka.

Lepas dari perjuangan tanpa henti di dunia, pada tanggal 23 Maret 1960, hari ke-25 Ramadan 1379 H, Imam Nursi wafat. Ia dimakamkan di Masjid Halilur Rahman, diiringi oleh kerumunan besar para pendukungnya. Badiuzzaman Said Nursi telah meninggalkan warisan yang abadi, berupa iman di dada para pemuda Turki.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement