Sabtu 25 Apr 2015 16:15 WIB

Baitul Maal Hidupkan Kampung Matfa

Rep: Ahmad Rozali/ Red: Indah Wulandari
Seorang teller melayani nasabah di Baitul Maal Wa Tamwil (BMT).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Seorang teller melayani nasabah di Baitul Maal Wa Tamwil (BMT).

REPUBLIKA.CO.ID,LANGKAT -- Salah seorang warga perempuan Kampung Majelis Taklim Fardlu Ain (Matfa) Kelurahan Telaga Said, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, Asih Supiandari menjelaskan, usaha kripik dan donat merupakan salah satu bentuk usaha ibu-ibu warga untuk mengisi kekosongan.

“Hasil dari jualan ini nanti disetor ke Baitul Maal,” ujar Asih, beberapa waktu lalu.

Usaha industri rumahan merupakan salah satu usaha warga. Di samping usaha itu, warga juga melakukan pekerjaan yang lain seperti pertmabangan, pertanian, perikanan, dan usaha lain.

Kholiq, salah seorang warga lainnya menjelaskan, kesemua sektor tersebut dikerjakan oleh warga kampung Mafta. Hasil berbagai usaha tersebut langsung disetorkan kepada Baitul Maal yang berfungsi sebagai sirkulasi uang.

Kholiq mengatakan, warga yang bekerja di semua sektor tersebut bekerja tanpa digaji. Namun, sebagai kompensasinya, sebagian uang yang masuk ke dalam Baitul Maal digunakan untuk membeli semua kebutuhan warga.

“Semua kebutuhan dibiayai dari Baitul Maal itu. Mulai dari kebutuhan yang paling besar seperti logistik warga, hingga kebutuhan kecil seperti membeli peralatan mandi dan pakaian warga,” ujar dia.

Dari keterangan Kholiq diketahui bahwa warga di kampung tersebut tidak memiliki kepemilikan pribadi terhadap harta dan benda. Semua harta dikumpulkan dan dikelola oleh Baitul Maal yang ditujukan untuk kepentingan bersama.

Sementara warga Kampung Matfa lainnya, Firman mengisahkan, sebelum masuk menjadi anggota perkampungan tersebut, ia memiliki rumah, mobil, tanah dan kekayaan. Namun, ia merelakan semua hartanya untuk dijual dan dilimpahkan ke Baitul Maal milik Matfa.

Mantan PNS yang menjabat kepala sekolah salah satu SMP di Medan ini mengaku ikhlas melakukannya. Alumnus jurusan Bahasa Arab IAIN Sumut ini mengatakan dengan rela meninggalkan kehidupan sebelumnya untuk mencari ketenangan hidup di kampung tersebut.

“Saya meninggalkan kehidupan saya yang sebelumnya untuk hidup dalam ketenangan di sini,” ujar Firman.

Saat ini, pria dengan rambut sebahu ini saat ini yang diberi kepercayaan untuk menjadi kepala sekolah Madrasah Ibtidaiyah Islam Mafta ini mengaku lebih tenang dalam menjalani hidup dengan kebersamaan.

Baitul Maal Kampung Matfa mengelola aset senilai lebih dari Rp 100 miliar. Angka tersebut merupakan pemasukan dari sumbangan anggota dan hasil usaha.

“Selama dua tahun asetnya sudah Rp 100 miliar lebih. Semua aset di sini dikelola di Baitul Maal dengan cara syariat Islam,” ujar salah seorang pengurus Baitul Mal Rizda Hariadi.

Pemasukan utama Baitul Maal ada tiga sektor, yakni sektor usaha, aset, dan dana pribadi.

Sektor usaha berada di bawah bendera Matfa Indonesia. Sektor tersebut berupa sektor pertanian, perdagangan, perikanan, kelautan, pertanian, pertambangan, bangunan, industri cincin, industri rumahan, kuliner, kafe, dan industri lainnya.

Selain sektor riil yang dimiliki, pemasukan berasal dari aset yang dimiliki anggota. Pemasukan ketiga berasal dari dana pribadi. Yakni, berupa penghasilan anggota yang bekerja di luar permukiman. Dia mencontohkan, beberapa warga masih menjadi PNS dan aparat kepolisian menyisihkan gaji bulanannya ke dalam Baitul Maal.

Pendapatan bulanan yang dihasilkan dari tiga sektor besar tersebut bisa mencapai ratusan juta rupiah.

“Untuk bulan Februari lalu, Baitul Maal mendapatkan pemasukan sebesar Rp 368 juta. Rinciannya, pemasukan sektor usaha sekitar Rp 140 juta. Sisanya dari dua terakhir itu,” ujar Ade.

Di samping itu, pengeluaran Matfa tidak kecil. Untuk membiayai kehidupan ribuan orang di dalam kampung tersebut, ratusan juta harus dikeluarkan setiap bulannya.

“Untuk makan saja, per hari kita total Rp 5 juta. Itu di luar acara khusus. Kalau ada acara besar, tentu ada pengeluaran ekstra,” ujar Ade.

Di luar perkampungan, terdapat beberapa hektar lahan milik Matfa. Lahan yang berada di pinggir jalan digunakan untuk membangun toko yang menjual hasil bumi dan industri warga. Beberapa toko terlihat menjual baju, batu akik, sayur, krupuk, dan barang lain.

Ratusan meter lainnya ditanami cabai, dan jenis sayuran yang lain. Selain itu, di kawasan tersebut terdapat beberapa lahan yang digunakan sebagai ladang minyak.

Dari ladang tersebut terdapat minyak bumi. Pengeboran sumur minyak tersebut dilakukan secara manual oleh warga dengan hanya menggunakan mesin berukuran kecil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement