REPUBLIKA.CO.ID,LANGKAT -- Sore itu, saat panas matahari berangsur tenggelam di ufuk barat, langit di atap Kota Langkat berubah keemasan. Mendengar suara adzan yang berkumandang, ratusan warga di Kampung Majelis Taklim Fardlu Ain (Matfa) berbondong menuju masjid untuk menunaikan shalat berjamaah.
Ada fenomena yang berbeda antara kampung yang berada di Kelurahan Telaga Said, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat dengan perkampungan lain pada umumnya di Sumatra Utara.
Perkampungan yang dihuni 240 kepala keluarga ini berbeda. Menariknya, warga di kampung ini diajarkan berbagi dan berkasih sayang. Ribuan warganya bahkan dilarang untuk bermusuhan antara satu dengan yang lainnya.
Bahkan jika ada yang tidak menyapa selama tiga hari, maka akan dikenakan sanksi mulai dari teguran hingga hukuman lainnya.
Pimpinan kampung ini, Muhammad Imam Hanafi mengharuskan pengikutnya untuk menebarkan kasih sayang. Menurut Imam, kasih sayang merupakan int semua agama terutama agama Islam.
Iman yang dipanggil dengan nama Tuan Imam memaparkan, kasih sayang dari manusia terhadap sesama manusia, alam semesta, dan Tuhan adalah inti ajaran semua agama yang pernah ada di muka bumi.
Sejalan dengan itu, kasih sayang merupakan nilai universal yang dipahami dalam berbagai bahasa dari semua suku yang ada di muka bumi.
“Tujuan dibangunnya kampung ini, untuk menjadikan masyarakat yang saling mengasihi dan menyayangi satu sama lain, tanpa terkecuali. Sebab saat ini agama sering kehilangan makna agamanya, tanpa adanya kasih sayang antara satu dengan yang lainnya,” katanya, kemarin.
Kasih sayang, ujarnya, merupakan kunci keberagamaan dan kebahagiaan di dunia hingga di akhirat. Hilangnya persatuan dan kasih sayang dari dalam diri pemeluk agama menyebabkan hilangnya nilai keagamaan dari muka bumi.
Dia memastikan, perpecahan yang terjadi di kalangan umat beragama disebabkan hilangnya kasih sayang antara pemeluk agama.
Ajaran Islam, menurut dia, menekankan umat untuk saling menghormati dan menyanyangi terhadap sesama pemeluk agama bahkan yang tidak beragama sekalipun.
Perwujudan ajaran kasih sayang di kampung ini dapat terlihat di dalam kehidupan sehari-hari. Sekitar pukul 11.00 WIB, sekitar 25 ibu berkumpul dan memasak di dapur umum. Sembari bersenda gurau, mereka menyiapkan makan siang untuk 1.600 penghuni kampung.
Sebagian dari puluhan ibu itu tampak ada yang memasak lauk dan sayurnya dalam tiga kuali besar. Lainnya memasukkan nasi ke dalam 240 rantang nasi yang sudah tertata rapi untuk dibawa ke rumah warga.
Sementara itu, wanita lainnya membungkus nasi, lauk beserta sayurnya ke dalam bungkus nasi untuk diberikan kepada warga kampung yang sedang bekerja di luar pemukiman.
“Di sini kami memasak tiga kali sehari untuk semua warga. Setiap hari ada sekitar 25 ibu-ibu yang memasakkan dalam tiga shift, pagi, siang, dan sore,” ujar salah seorang ibu bernama Lina.
Setiap harinya, dibutuhkan beras sebanyak 200 kilogram beras untuk tiga kali makan. Dari kebun tersebut, warga menanam cabai, singkong, ubi, tomat dan berbagai jenis sayur-sayur yang lain.
“Kami tanam sendiri semuanya. Baru lebihnya nanti dijual di luar,” ujarnya.
Usai disiapkan, warga yang didominasi anak-anak berdatangan menuju dapur umum untuk mengambil rantang-rantang ke rumahnya masing-masing. Demi memudahkan mengenali rantang miliknya, warga memberi rantang milik mereka dengan nomor rumah.
Ibu-ibu lain yang tidak sedang kebagian piket memasak kebanyakan memilih beraktivitas lain seperti membuat makanan untuk dijual.
Di dalam kawasan perkampungan, tampak beberapa wanita sedang membuat donat, menggoreng kripik dan dan jenis jajanan yang lain.