Rabu 15 Apr 2015 10:01 WIB

Pembatasan Minuman Beralkohol tak Sebatas Penerapan Syariah Islam

Rep: c 24/ Red: Indah Wulandari
  Petugas memusnahkan ratusan botol minuman keras (miras) di halaman Polsek Pulogadung, Jakarta Timur, Jumat (28/2).  (Republika/Yasin Habibi)
Petugas memusnahkan ratusan botol minuman keras (miras) di halaman Polsek Pulogadung, Jakarta Timur, Jumat (28/2). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kebijakan Kementerian Perdagangan yang melarang peredaran minuman beralkohol (minol) golongan A bukan langkah untuk mengubah hukum negara menuju bentuk syariah Islam semata.

"Kalau saya memaknai sebagai syariah, negara hukum syariah dalam konteks publik, syariah akan sejalan dengan kebijakan yang lainnya," papar Wakil Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pengurus Pusat Muhammadiyah Ma'mun Murod, Selasa (14/4).

Ma'mun menjelaskan, konteks negara Indonesia yang berazaskan Pancasila sebagai dasar negara dengan sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa, maka kebijakan tersebut adalah hal yang lumrah dan sudah semestinya.

Terlebih, ujarnya, landasan kebijakan yang digunakan Kementerian Perdagangan adalah fakta dan masukan yang terkait dengan korban-korban minol di banyak tempat.

"Jadi tidak benar pernyataan gubernur yang mengatakan tidak ada orang meninggal kerena miras," tegas Ma'mun.

Mulai 16 April 2015 Kementerian Perdagangan mengeluarkan aturan yang melarang penjualan minuman beralkohol di minimarket melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang perubahan kedua atas Permendag Nomor 20/M-DAG/4/2014 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran dan penjualan minuman beralkohol.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement