REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Demografi Universitas Indonesia Sonny Hary Budiutomo mengatakan, dalam era sekarang ini banyak warga negara dunia yang menentukan pilihan agama bukan lagi batas dasar keturunan, akan tetapi atas dasar pengaruh keyakinan yang diperoleh melalui ilmu pengetahuan.
Hal ini disebutkan Sonny saat dimintai tanggapan mengenai hasil riset dari lembaga penelitian Amerika Serikat Pew Research Center, yang menyebutkan jumlah pemeluk agama Islam semakin meningkat hampir menyamai jumlah pemeluk Kristen.
“Pilihan agama dan keyakinan tidak lagi berdasarkan keturunan semata, namun juga informasi dan pengetahuan,” kata Sonny kepada ROL, Rabu (8/4).
Sonny menjelaskan, Islam adalah agama yang terbuka bagi siapa saja untuk mempelajarinya termasuk dari kalangan non-Islam itu sendiri. Melalui perkembangan teknologi dan informasi, kata Sonny ajaran Islam saat ini dengan mudah dapat diakses bagi siapa saja. Dalam memperlajari agama Islam, bisa saja warga negara tersebut mendapat hidayah dan yakin akan ajaran yang diturunkan agama Islam.
Satu lagi alasan di negara maju tidak sulit dalam urusan pindah agama terutama ke agama Islam menurut Sonny karena adanya jaminan dari pemerintah negara maju tersebut. Sebab di negara maju seperti Amerika, Inggris dan Australia, sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk dalam menentukan pilihan agama dan keyakinannya.
“Bagaimanapun juga pilihan agama adalah hak asasi manusia, dimana di negara maju sangat menjunjung hak asasi manusia,” ujar Sonny.