REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Pendirian rumah ibadah di Indonesia ternyata lebih mudah jika dibandingkan dengan negara-negara lain, termasuk Eropa dan Amerika Serikat.
Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Masykuri Abdillah, mengatakan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2010 menyebutkan kelompok minoritas di Indonesia berjumlah 12,69 persen, tetapi persentase rumah ibadahnya mencapai 23,5 persen.
Jumlah gereja Kristen dan Katolik di Indonesia mencapai 61.756, terbesar ketiga setelah AS dan Brasil sementara rasio jumlah gereja dengan pemeluk Kristen di Indonesia tertinggi di dunia, yakni 1:327 dibandingkan dengan AS (sekitar 1:745), Inggris (sekitar 1:850) dan Italia (sekitar 1:2047).
Masykuri yang pernah menempuh studi di Jerman ini mengatakan negara-negara Eropa yang selama ini dipersepsikan sangat bebas, ternyata memiliki regulasi yang ketat dalam pengaturan kehidupan beragama termasuk pendirian rumah ibadah. Ia menunjukkan data, di Italia, dengan jumlah Muslim 1.583.000 sampai saat ini hanya diizinkan berdiri 3 masjid (1:527.666), Inggris, dengan jumlah Muslim sekitar 2.869.000 jumlah masjid sekitar 1400 (1:2.049),
Sedangkan Jerman dengan jumlah Muslim 4.119. 000 jumlah masjid sekitar 2.500 (1:1.647), sedangkan di Amerika Serikat, dengan jumlah Muslim 2.350.000 jumlah masjid sekitar 2.100 (1:119). "Bahkan di Slovakia dan Slovania sampai sekarang umat Islam belum diizinkan mendirikan masjid," kata sosok yang pernah menjabat sebagai sekretaris Wantimpres di era Presiden SBY ini dalam focus group discussion (FGD) Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah jelang Muktamar ke-33 NU, Jakarta, Selasa (7/4).
Dikutip dari situs resmi NU, Masykuri menuturkan seringkali menerima perwakilan gereja dari Barat yang mengeluhkan pendirian rumah ibadah di Indonesia, tetapi setelah ia menyampaikan data-data tersebut diatas, banyak diantara mereka yang terkejut, ternyata informasi yang mereka terima selama ini hanya satu pihak.Selain membahas RUU Perlindungan Umat Beragama, FGD juga membahas perkawinan dan haji.