Jumat 03 Apr 2015 09:19 WIB

Meneladani Ketawadhu'an Imam Hanafi (1)

Rep: c 24/ Red: Indah Wulandari
Imam Hanafi (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Imam Hanafi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,Imam Abu Hanifah adalah seorang imam Mazhab yang besar dalam dunia Islam. Di antara pembuat empat mazhab yang terkenal Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi'i dan Mazhab Hambali, hanya Imam Hanafi yang bukan orang Arab. Beliau keturunan Persia atau disebut juga dengan bangsa Ajam.

Pendirian beliau sama dengan pendirian imam yang lain, yaitu sama-sama menegakkan Alquran dan sunnah Nabi SAW.

Imam Hanafi dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah bertepatan dengan tahun 699 Masehi di sebuah kota bernama Kufah. Nama yang sebenarnya adalah Nu’man bin Tsabit bin Zautha bin Maha. Kemudian masyhur dengan gelaran Imam Hanafi. Kemasyhuran nama tersebut menurut para ahli sejarah ada beberapa sebab.

Pertama, karena ia mempunyai seorang anak laki-laki bernama Hanifah, maka ia diberi julukan dengan Abu Hanifah. Lalu, semenjak kecilnya, ia  sangat tekun belajar dan menghayati setiap yang dipelajarinya, maka ia dianggap seorang yang hanif (condong) pada agama atau kebaikan.

Ketiga menurut bahasa Persia, Hanifah berarti tinta. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan Imam Hanafi yang sangat rajin menulis hadist. Maka, kemanapun ia pergi selalu membawa tinta.

Dalam laman Onislam.net dijelaskan, waktu ia dilahirkan, pemerintahan Islam berada di tangan Abdul Malik bin Marwan, dari keturunan Bani Umaiyyah kelima.

Kepandaian Imam Hanafi tidak diragukan lagi, beliau mengerti betul tentang ilmu fikih, ilmu tauhid, ilmu kalam, dan juga ilmu hadist. Di samping itu, beliau juga pandai dalam ilmu kesusasteraan dan hikmah.

Imam Hanafi adalah seorang hamba Allah yang bertakwa dan soleh, seluruh waktunya lebih banyak diisi dengan amal ibadah. Jika beliau berdoa matanya bercucuran air mata demi mengharapkan ridho Allah SWT.

Walaupun demikian, orang-orang yang berjiwa jahat selalu berusaha untuk menganiaya beliau. Sifat keberanian beliau adalah berani menegakkan dan mempertahankan kebenaran. Untuk kebenaran, ia tidak takut sengsara atau apa bahaya yang akan diterimanya.

Dengan keberaniannya itu, beliau selalu mencegah orang-orang yang melakukan perbuatan munkar, kerana menurut Imam Hanafi kalau kemunkaran tidak dicegah, bukan orang yang berbuat kejahatan saja yang akan merasakan akibatnya, melainkan semuanya, termasuk orang-orang yang baik yang ada di tempat tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement