REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla memerintahkan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara untuk menyaring situs-situs islami dan memblokir di antaranya yang bermuatan ajaran radikalisme.
"Saya sudah bicara dengan Rudiantara, kalau memang jelas-jelas (situs) itu bagian dari radikalisme maka otomatis bisa diblokir, tapi kalau tidak ya harus diperiksa betul," kata Kalla di Istana Wakil Presiden Jakarta, Selasa (31/3).
Dia mengatakan, pemblokiran situs-situs Islami yang memuat ajaran radikalisme tersebut atas permintaan institusi keamanan. "Ini permintaan dari institusi keamanan, dalam rapat hari ini saya suruh (Menkominfo) untuk menyeleksi dengan baik," tambahnya.
Namun, tidak semua situs Islami akan diblokir Pemerintah, hanya yang kontennya terbukti memuat ajaran-ajaran radikalisme akan dibekukan.
"Jangan semuanya, jangan yang ada nama Islam-nya langsung (diblokir), tidak begitu. Yang jelas saja, situs yang kontennya memang selalu ada radikalisme. Kalau hanya penafsiran-penafsiran saja atau kontennya tidak mengikat ya harus diseleksi juga," jelasnya.
Sebelumnya, tujuh Islam melakukan protes dan keberatan terhadap pemblokiran sepihak oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika karena dinilai menyebarkan ajaran radikalisme.
Ketujuh situs islami tersebut adalah aqlislamiccenter.com, hidayatullah.com, kiblat.net, salam-online.com, panjimas.com, arrahmah.com dan gemaislam.com, Perwakilan tujuh pimpinan dan wartawan situs tersebut mendatangi Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jakarta, Selasa, dan ditemui Staf Ahli Menteri Bidang Hukum dan Regulasi Strategis Danrivanto Budhijanto.
Pemimpin Redaksi Hidayatullah Mahladi yang menjadi juru bicara mengatakan, pemblokiran dilakukan tanpa mengetahui apa kesalahan yang dilakukan situs-situs Islam tersebut. "Tiba-tiba saja di blokir, kita tidak tahu kesalahannya apa, tidak ada pemberitahuan sebelumnya," katanya.
Sementara itu Danrivanto Budhijanto mengatakan permintaan pemblokiran tersebut berasal dari Badan Nasional Penanggulangan Terorrisme (BNPT). Pihaknya juga meminta maaf atas ketidaknyamanan tersebut.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika melakukan pemblokiran 19 situs atas permintaan BNPT karena dinilai menyebarkan radikalisme