Senin 30 Mar 2015 21:11 WIB

Blokir Situs Islam, Negara Dinilai Tutup Transparansi Informasi Publik

Netizen pertanyakan situs Islam diblokir, tapi situs PKI dibiarkan.
Foto: Republika
Netizen pertanyakan situs Islam diblokir, tapi situs PKI dibiarkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, Mustofa B Nahrawardaya menilai penutupan Situs-situs Islam yang telah distampel sebagai situs Jihad, situs radikal atau situs simpatisan ISIS oleh BNPT, bisa diartikan bahwa negara secara langsung telah menutup transparansi informasi kepada publik.

"Negara kini mengharuskan rakyatnya untuk hanya mengkonsumsi  informasi yang datang dari Pemerintah. Dengan gaya seperti ini, Negara telah melakukan kekerasan bentuk lain kepada rakyatnya," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima ROL, Senin (30/3).

Pendidikan kebebasan mengemukakan pendapat, kata dia, yang telah didengungkan sejak reformasi, begitu saja dilumat hanya dengan hitungan menit dengan cara menutup belasan website bernafaskan Islam tersebut. Dari fenomena ini, ada kesan, Negara dengan sengaja memaksa rakyatnya untuk hanya mempercayai informasi yang datang dari Pemerintah.

"Cara ini jelas lebih jahat dari cara yang dilakukan oleh Orde Baru. Ini adalah bentuk baru pembungkaman informasi berkedok pencegahan radikalisme," ucapnya.

Mustofa mengatakan, negara bermaksud meluruskan sebauh informasi, tetapi dengan membakar lumbung-lumbungnya. Cara seperti ini hanya menimbulkan dendam kesumat Umat Islam yang selama ini bergantung mendapatkan informasi dan belajar kajian Islam dari situs Islam.

"Sekalipun ada berita atau koten radikal, seyogyanya tidak dengan menutup portalnya. Pemerintah tidak boleh malas dalam mengelola informasi, apalagi dengan cara menutup domain-domain yang dianggap tidak selaras dengan BNPT," kata dia.

Menurut Mustofa, negara harus menyelenggarakan pembinaan, bukan memberangusnya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement