Ahad 22 Mar 2015 11:02 WIB

'Manisnya' Dakwah Muslim India di Kota Padang

Masyarakat Muslim keturunan India merayakan acara serak gulo atau tebar gula pasir dalam rangka menyambut Maulid Sahul Hamid di depan Masjid Muhammadan di Pasar Batipuh, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat, Sabtu (21/3).
Foto: Republika/Umi Nur Fadhilah
Masyarakat Muslim keturunan India merayakan acara serak gulo atau tebar gula pasir dalam rangka menyambut Maulid Sahul Hamid di depan Masjid Muhammadan di Pasar Batipuh, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat, Sabtu (21/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hanya dalam waktu 20 menit, tiga ton gula pasir yang dibungkus dengan kain perca berwarna warni kemasan 100 gram ludes diperebutkan ratusan warga pada acara tradisi serak gulo di Padang, Sumatera Barat, Sabtu (21/3).

Gula tersebut dilemparkan belasan pria dewasa dari atap Masjid Muhammadan di Jalan Batipuh Panjang, Kecamatan Padang Selatan, untuk diperebutkan oleh ratusan warga yang telah menanti di bawah. "Hoi.. ambuang kamari gulo.... gulo...gulo...," teriak warga yang artinya "Hei lemparkan ke sini gula".
Suara warga berteriak itu riuh rendah dengan kedua tangan direntangkan ke atas bersiap menangkap gula yang dilemparkan selepas Ashar itu. Tradisi rutin yang dihelat setiap tanggal 1 Jumadil Akhir mengacu kepada penanggalan kalender Hijriah itu sudah rutin digelar sejak 300 tahun lalu.
 
Ketua Panitia Hafaz Max Anwar menjelaskan serak gulo adalah tradisi turun temurun yang dilaksanakan dalam rangka memperingati hari lahir salah seorang ulama di India yang bernama Souhul Hamid. "Souhul Hamid merupakan salah seorang penyebar agama Islam dan serak gulo merupakan simbol manisnya ilmu yang diberikan," ujar dia.
 
Ia mengatakan, tradisi serak gulo merupakan salah satu kebudayaan masyarakat India Muslim yang dibawa ke Kota Padang dimana di dunia hanya dilakukan pada tiga tempat, yaitu di Padang, Singapura dan India.

Menurut dia, menyambung silaturahim dan meningkatkan kepedulian untuk saling berbagi merupakan filosofi dari kegiatan ini.

 
Sekitar tiga ton gula disiapkan pada kegiatan yang berasal dari sumbangan berbagai kalangan secara sukarela mulai dari etnis Tiongkok, Minang hingga Batak, ucap dia. Tradisi diawali dengan pemasangan bendera berbentuk segi tiga berwarna hijau dan putih pada seutas tali sepanjang 20 meter yang direntangkan di atas atap Masjid Muhammadan.
 
Setelah itu belasan pemuda dewasa mulai mengangkat berkarung-karung gula ke atas atap, dimana dalam setiap karung telah tersedia gula pasir yang dibungkus dengan kain perca berwarna-warni dengan berat 100 gram.
 
Usai berdoa bersama, gula dilemparkan ke bawah yang telah siap diperebutkan oleh ratusan warga yang telah menunggu. Tua muda hingga anak-anak berbaur penuh keceriaan dan kegembiraan menangkap gula.

Tak jarang rambut pun akhirnya penuh taburan gula karena ada bungkus yang pecah, namun suasana meriah pada sore itu punya kesan mendalam bagi setiap yang hadir.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement