Sabtu 14 Mar 2015 07:45 WIB

Abu Nawas, Penyair atau Pelawak?

Rep: c24/ Red: Bilal Ramadhan
Abu Nawas dan Khalifah Harun Ar-Rasyid (ilustrasi).
Foto: d-scene.blogspot.com
Abu Nawas dan Khalifah Harun Ar-Rasyid (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam literatur Melayu dan Indonesia nama Abu Nawas (Abu Nuwas) dikenal sebagai tokoh lucu yang cerdik. Hanya itu. Asosiasi masyarakat pun jadi terpengaruh. Demikian besar pengaruhnya, sehingga baru namanya saja disebut, orang sudah mau tertawa.

Begitu juga jika terjadi suatu peristiwa yang tidak masuk akal, karena kebodohan atau karena kepintaranya. Orang lalu mengaitkanya kepada Abu Nawas, kadang dalam arti pujian, kadang dalam arti cemoohan. Karena masih terpengaruh oleh stigma tokoh yang lucu dan cerdik, lalu orang-orang berkata: Dasar Abu Nawas!

Ada yang menilai tokoh ini jenaka dan ada yang menilai Abu Nawas sebagai penyair. Dalam literatur berbahasa Arab dan beberapa berbahasa Barat, baik dalam penulisan sejarah sastra Arab atau biografi, orang itu hanya dikenal dengan satu sebutan.

Sebagai penyair besar dengan gaya yang khas. Encyclopedia Britannica menyebutkan Abu Nawas adalah penyair Arab terbesar pada masanya (sub verbo Abu Nawas, 1968). Maka timbul pertanyaan, dari mana datangnya predikat Abunawas yang pelawak itu? Predikat itu timbul sekitar 5-6 abad yang lalu.

Ada dugaan, mungkin berasal dari Turki, India dan Persia. Sedangkan di tempat asalnya, Irak, predikat sebagai pelawak tidak dikenal. Sebaliknya, dalam literatur Arab, tokoh legenda yang jenaka, cerdik sekaligus bodoh yang mirim-mirip si Kabayan, dikenal sebagai nama Juha.

Mungkinkah perbedaan sebutan itu karena pengaruh semantik bahasa?

Sajak-sajak penyair ini dalam kritik-kritik sastra digolongkan kedalam apa yang disebut sastra mujun. Dalam kamus-kamus bahasa Arab bilingual kata mujun pada umumnya diartikan jenaka atau lawak, buffoonery, sanda gurau atau tebal muka.

Sedangkan dalam kamus-kamus besar seperti Lisan'l 'Arab kata mujun berarti serba tak acuh terhadap apa yang diperbuatnya. Mungkinkan karena pengaruh semantik ini Abu Nawas dipersepsikan secara berbeda?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement