REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sebagai organisasi masyarakat Islam, Nahdlatul Ulama menjalankan konsep Islam Nusantara yang menunjukkan kearifan lokal Indonesia.
"Islam Nusantara adalah gabungan nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi lokal, budaya, dan adat istiadat di Tanah Air. Ini bukan barang baru di Indonesia," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Senin (9/3) malam.
Ia mengatakan, konsep Islam Nusantara menyinergikan ajaran Islam dengan adat istiadat lokal yang banyak tersebar di wilayah Indonesia.
Menurut Said Aqil, Islam di Indonesia tidak harus seperti Islam di Arab atau Timur Tengah, yang menerapkan penggunaan gamis ataupun cadar. Islam Nusantara, tegasnya, adalah Islam yang khas ala Indonesia.
Pada zaman Wali Songo, perpaduan tradisi lokal dengan ajaran Islam mulai dikembangkan. Salah satu contohnya adalah tradisi sesajen yang dulu dianut oleh nenek moyang Indonesia dari ajaran Hindu-Buddha.
Akan tetapi, oleh para Wali Songo, sesajen ditransformasikan menjadi tradisi selametan. Bila sesajen awalnya diniatkan mempersembahkan makanan kepada roh-roh gaib, namun dalam tradisi selametan, makanan justru diberikan kepada seluruh umat Islam untuk kemudian diminta mendoakan pihak yang mengadakan selametan.
"Jadi tradisi sesajen, diganti dengan selametan. Sesajen kan untuk usir roh jahat. Kalau selametan, masyarakat diajak makan bersama, untuk kemudian minta mendoakan agar yang mengadakan selametan ini selamat dunia akhirat," ujar Kiai Said.
Menurut dia, hal seperti ini hanya ditemukan di Indonesia karena sejarah Indonesia yang sejak zaman dahulu sudah hidup dengan keragaman adat istiadat.
"Cara pendekatan budaya, inilah yang kita namakan dengan Islam Nusantara," ucapnya.