Rabu 04 Mar 2015 18:01 WIB

Pemkot Medan Kritik Mal yang Abaikan Fasilitas Peribadatan

Rep: c60/ Red: Agung Sasongko
Jamaah melaksanakan ibadah shalat dzuhur di mushala pusat perbelanjaan.
Foto: Republika/Wihdan H
Jamaah melaksanakan ibadah shalat dzuhur di mushala pusat perbelanjaan.

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN --  Saat ROL meneruskan penelusuran kepada pengelola Medan Mall untuk meminta konfirmasi. Sayangnya, direktur PT Brahmana Debang Kencana tidak dapat ditemui. “Bos sedang keluar,” ujar Lina, perempuan yang mengaku sebagai salah seorang sekretaris direksi PT Tersebut, Rabu (4/3).

Lina mengatakan, pihak manajemen mal tidak pernah mendengar adanya keluhan dari masyarakat tentang kecilnya fasilitas peribadatan yang disediakan mal. “Saya tidak pernah mendengar ada keluhan dari pengunjung,” klaimnya.

Ditanya mengenai adanya survei kepuasan pengunjung, Lina mengaku perusahaannya tidak pernah melakukan survei tersebut. Ia juga mengaku tidak tahu jumlah pengunjung yang masuk ke dalam mal. “Kami tidak pernah menghitung,” kata dia.

Medan Mall sendiri merupakan salah satu mal terbesar di Kota Medan yang dikunjungi ribuan pengunjung setiap harinya. Saat Republika berkunjung, mall yang berlantai lima tersebut dipenuhi dengan pengunjung terutama di lantai satu yang menawarkan produk dengan diskon besar.

Wali Kota Medan Zulmi Eldin mengkritik abainya pengelola pusat perbelanjaan modern mall terhadap tempat peribadatan. Salah satu yang diperhatikan Eldin adalah kelayakan Musholah.

Menurut Eldin, sebagai tempat ibadah di pusat perbelanjaan Mushala seharusnya mendapat perhatian dari pengelola. Untuk menunjang kenyamanan peribadatan pengunjung. Bahkan Eldin menyarankan adanya fasilitas Air Condition (AC).

Dia menyinggung pengelola mal terkadang abai terhadap keberadaan Mushalah. Padahal pengunjung biasanya menghabiskan banyak waktu di mal untuk berbelanja. Sehingga kemungkinan besar akan melewati beberapa waktu shalat selama berada di dalam mal tersebut.

Sebelumnya, warga Medan mengeluhkan minimnya fasilitas ibadah di pusat perbelanjaan. Utamanya, keberadaan mushala yang dinilai tidak representatif. Begitu pula fasilitas pendukung lain seperti tempat wudhu dan alas kaki.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement