REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Permasalahan terkait moral umat harus dicarikan solusi melalui pendekatan kesejahteraan.
"Kami di Banyuwangi menutup lokalisasi tidak dengan Perda Anti Maksiat seperti daerah-daerah lain. Di Banyuwangi tidak ada Perda Anti Maksiat,” ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat menjadi pembicara dalam Kongres Umat Islam Indonesia yang digelar Majelis Ulama Indonesia (MUI), Selasa (10/2).
Yang ada, ujarnya, seperti Perda Tata Ruang terkait bangunan rumah tidak boleh digunakan untuk usaha lokalisasi. Pendekatan kesejahteraan lainnya berupa modal dan pelatihan bagi warga di lokalisasi agar bisa berdaya secara ekonomi, meski lokalisasi telah ditutup
“Dasarnya itu, sehingga kita tidak bicara moral atau tidak bermoral,” ujar Anas.
Anas menceritakan, Perda Anti Maksiat tidak pernah ada di Banyuwangi karena selalu memancing pro d kontra terkait perdebatan moral. Misalnya, soal penegakan aturan pelarangan karaoke baru yang tidak berkonsep karaoke keluarga.
Pendekatannya bukan moral atau maksiat, tapi data intelijen bahwa selama ini peredaran narkoba dan perdagangan manusia banyak dilakukan di karaoke kawasan pesisir seperti Banyuwangi.
Selain itu, meyakinkan masyarakat bahwa pengembangan Banyuwangi kedepan adalah ekowisata berbasis alam dan budaya, sehingga tidak perlu banyak karaoke.
"Harus beda dengan kota lain. Sering saya katakan, kalau orang cari karaoke cukup di kota lain. Di Banyuwangi orang cari suasana alam dan wisata budaya. Ini pendekatan kesejahteraannya, terbukti pariwisata kami terus berkembang dan bisa berkontribusi ke ekonomi warga," imbuh Anas.