Selasa 03 Feb 2015 22:55 WIB

Pengamat Ekonomi: Posisi Umat Islam Masih Konsumen

Rep: c14/ Red: Agung Sasongko
Ribuan umat Islam mengikuti salat Ied di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Semarang, Ahad (19/8)
Foto: Republika
Ribuan umat Islam mengikuti salat Ied di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Semarang, Ahad (19/8)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Dawam Rahardjo mengatakan, umat Islam Indonesia hendaknya mengembangkan sektor pertanian sebagai kekuatan produksi nasional. Selain itu,  kemandirian pangan harus diiringi reformasi agraria, sehingga hak-hak para petani terlindungi.

Ini agar modal ekonomi seperti tanah, selamat dari incaran kapitalis. “Itu yang mestinya jadi fokus pertama pembangunan ekonomi umat. Membangun dari pinggiran, menguatkan sektor produksi untuk kepentingan kemandirian lokal,” ujar Dawam Rahardjo saat dihubungi ROL, Selasa (3/2) di Jakarta.

Menurut Dawam, itu sejalan dengan visi Presiden Joko Widodo, seperti yang disampaikan dalam pidato kenegaraan pertamanya. Yakni, Indonesia yang berdaulat di bidang politik, mandiri secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

“Ya trilogi itu mesti ditekankan juga bersama-sama umat Islam,” kata dia.

Di sisi lain, Dawam menekankan, umat Islam Indonesia yang ada di pusat masih terjebak sebagai konsumen belaka dalam sistem ekonomi nasional. Namun,ini justru mesti dimanfaatkan sebagai potensi yang besar bagi kemajuan Indonesia.

Strateginya, lanjut Dawam, umat Islam diarahkan agar mengonsumsi barang produksi dalam negeri, alih-alih impor.  “Kita juga sudah punya bank syariah, yang memang berfokus ke sana. Mendukung produksi dalam negeri,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement