REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Jutaan perempuan Muslim dan non-Muslim di seluruh dunia menggunakan jilbab pada 1 Februari untuk merayakan World Hijab Day atau Hari Hijab Sedunia. Namun, peristiwa serangan 11 September dan penembakan Charlie Hebdo di Paris baru-baru ini membuat Muslimah di Amerika Serikat hidup dalam ketakutan.
Mereka menghadapi pelecehan dan intimidasi setelah peristiwa-peristiwa tragis tersebut. Salah satu Muslimah di daerah pedesaan di Arkansas, Sarah Tompkins mengatakan, dirinya tidak mau mengambil risiko dengan ikut dalam perayaan Hari Hijab Sedunia.
Meski tidak selalu, Tompkins mengaku menggunakan jilbab sebelum dan sesudah perjalanannya ke masjid untuk shalat Jumat. Namun, setelah peristiwa serangan Charlie Hebdo keadaan berubah drastis dan menggunakan jilbab dianggap bukan merupakan pilihan yang tepat.
"Tatapan mereka membuat saya sangat tidak nyaman. Sebelumnya, saya biasa menggunakan jilbab selama Ramadhan dan kebanyakan orang tidak menatap aneh pada saya. Tapi, minggu lalu saya pergi ke Starbucks dengan berjilbab dan semua orang menatap. Seorang gadis kecil menatap saya dengan tatapan jijik dan barista tidak tersenyum atau bertindak ramah kepada saya," katanya dilansir OnIslam.net, Senin (2/2).
"Insya Allah saya berencana untuk mengenakan jilbab di masa depan, mudah-mudahan ketika saya berada di suatu tempat dengan orang-orang yang berpikiran lebih terbuka," ujarnya lagi.