REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Diskriminasi merupakan satu tantangan yang dihadapi kalangan Muslimah di seluruh dunia. Di Prancis misalnya, diskriminasi itu mencapai puncaknya ketika ada larangan penggunaan burka di ruang publik.
Padahal saat menjalani rutinitasnya, tak terhitung berapa kali mereka menjadi korban serangan Islamofobia. Larangan itu jelas membuat Muslimah Prancis terpukul.
Dampaknya, sebagian Muslimah memilih bertahan dan berjuang mendapatkan haknya. Sebagian lainnya, memilih meninggalkan Prancis guna memperoleh jaminan atas keyakinannya.
"Saya berkata kepada diri sendiri, masa depan saya mungkin tidak di sini" kata Sarah B, dalam sesi wawancara seperti dilansir onislam.net, Senin (2/2).
"Jika saya tidak diterima di sini, saya akan pergi. Saya tidak ingin selamanya berjuang untuk diterima. saya ingin hidup damai dan bebas seperti perempuan lainnya," kata dia.
Sarah yang lima tahun menetap di Prancis mulai berpikir serius untuk menuju tempat lain. "Mungkin Kanada atau Inggris. Atau mungkin saya kembali ke tanah air orang tua di Maroko."
Sarah merasakan penderitaan menjadi korban Islamofobia sejak memutuskan berhijab. Itu sebabnya, ia melepas hijabnya ketika kuliah. Tapi itu putusan yang berat. "Saya suka Prancis. Negara ini menawarkan banyak hal tapi saya juga berhak atas kebebasan saya. Saya berhak menjadi diri sendiri. Sakit rasanya," kata dia.
Peneliti, Ismahane Chouder mengaku sejak aturan itu diberlakukan tidak ada pihak yang peduli soal hak Muslimah Prancis. "Sampai sekarang baik Departemen pendidikan, pemerintah maupun kelompok HAM tidak ada yang peduli," kata dia yang berencana akan mempublikasikan temuannya pada Maret 2015.