REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan, tidak ada alasan bagi Polri untuk menunda aturan jilbab polwan. Walaupun saat ini sedang ada pergantian di pucuk kepemimpinan.
Wasekjen MUI, Amirsyah Tambunan, mengatakan larangan penggunaan jilbab polwan merupakan pelanggaran HAM. Apalagi anggaran jilbab polwan sudah disahkan oleh DPR.
Menurutnya, di negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat telah membolehkan polwan berjilbab. Karenanya, jika Polri terus melarang atau menunda aturan jilbab polwan, maka akan terus menimbulkan pro-kontra dan ketidakpastian aturan hukum.
Ia pun meminta adanya klarifikasi klarifikasi dan investigasi lebih lanjut mengenai penertiban jilbab polwan yang terjadi di Polda Riau.
"Larangan itu melanggar HAM. Penertiban di Pekanbaru perlu diklarifikasi apa alasan polda melakukan pelarangan. Di masa yang lalu perkap sudah digodok. Sebenarnya tinggal pelaksanaan. Dan pelaksanaannya sebenarnya sudah berjalan bagi secara sukarela, swadaya oleh sebab itu tidak ada pelarangan," ujar Amirsyah, Kamis (22/1).
Menurutnya, penggunaan jilbab polwan sesuai dengan amanat konstitusi pasal 29 ayat 1 dan 2. Isinya menyebutkan, negara berdasarkan ketuahanan Yang Maha Esa dan memiliki kebebasan menjalankan agama dan keyakinanannya. "Dalam Islam perempuan wajib menutup aurat," katanya.
Ia menambahkan, adanya penundaan aturan jilbab polwan menandakan indikasi ketidakseriusan Polri untuk menyelesaikan masalah perkap. Karena jika Polri serius, maka aturan jilbab polwan pasti sudah berjalan.