REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Semangat para pengusaha nonmuslim di Bali mengurus sertfikat halal cukup tinggi. Bahkan dari 338 sertifikat halal yang dikeluarkan LP POM MUI, 60-70 persennya dimiliki para pengusaha nonmuslim.
"Mereka merasa perlu untuk mengurus sertifikasi, karena dianggap sebagai peluang pasar," kata Wakil Direktur LP POM MUI Bali, Badrutamam.
Hal itu dikemukakan Badrutamam di Denpasar, Selasa (13/1), dalam acara dialog tentang sertifikasi Jaminan Produk Halal. Kegiatan berlangsung di gedung MUI Bali, dihadiri sejumlah tokoh masyarakat.
Menurut Badrutamam, para pengusaha di Bali semakin menyadari pentingnya sertifikasi halal, karena sudah menjadi tuntutan para konsumen.
Kendati demikian, katanya, dengan memasang label halal di produknya, pengusaha juga yang diuntungkan, karena akan memberi rasa nyaman dan aman kepada konsumen. "Sudah pasti, konsumen akan memilih produk yang ada label halalnya," katanya.
Salah seorang anggota LP POM MUI, Drh Joko Rudianto, menyebutkan memiliki label halal sudah menjadi kebutuhan para pengusaha. Karena dengan memiliki sertifikasi, secara langsung dapat mendongkrak omset atau penjualan.
Hanya saja, kata Joko, ada sejumlah pihak yang kerap tidak mengerti, dengan memasang label halal di usahanya, namun kenyataannya dia tidak pernah mengurus sertifikasi halal.
Penyalahgunaan itu sebutnya, banyak dilakukan oleh pengusaha makanan. "Mereka ingin produknya diakui halal, tapi dia tidak mengurus sertifikasi," katanya.
Menurut Joko, tidak ada kewajiban bagi pengusaha mengurus label halal untuk produknya. Hanya saja, kepada mereka diwajibkan untuk mencantumkan kandungan apa saja yang ada dalam produk itu.