REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelarangan berjilbab kembali terjadi di Tanah Air. Kali ini, aturan sepihak itu diterapkan bagi sejumlah Muslimah karyawati di Toko Tiara, yang berlokasi di Mataram Mall, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Terkait dengan itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi NTB, Saiful Muslim, menyatakan imbauan keras bagi perusahaan manapun yang terbukti melakukan diskriminasi keagamaan di provinsi berpenduduk mayoritas umat Islam tersebut.
“Mengenakan jilbab kan hak asasi orang beragama. Di manapun tempatnya, bahkan Amerika Serikat atau negara-negara Eropa yang mayoritasnya non-Muslim, pelarangan itu diskriminasi,” kata Saiful Muslim saat dihubungi ROL, Jumat (9/1) di Jakarta.
Akan tetapi, menurut Saiful Muslim, pihak MUI NTB hingga saat ini belum menerima kabar maupun laporan langsung dari masyarakat Mataram terkait larangan berjilbab bagi karyawati Toko Tiara. Meskipun demikian, kata Saiful Muslim, pihaknya terus berkordinasi dengan tokoh masyarakat setempat, agar tidak terjadi diskriminasi terhadap Muslimah di tempat kerja.
Sekalipun demikian, Saiful Muslim menuturkan, dirinya secara pribadi mengenal sosok pemilik Toko Tiara sebagai seorang non-Muslim yang baik. “Mestinya dia (pemilik Toko Tiara) paham, Mataram itu kan 90 persen (penduduknya) Muslim,” ujar Saiful Muslim, Jumat (9/1).
Terakhir, menurut Saiful Muslim, pengusaha manapun bila ingin beroperasi di Mataram, NTB, sebaiknya menghormati umat Islam. Sebab, bila sampai melakukan diskriminasi keagamaan terhadap para karyawannya, bisa jadi pelaku usaha tersebut akan digugat banyak orang NTB.
“Tiap kali ada isu (diskriminasi), kita pasti menentang. Misalnya, isu larangan jilbab di sekolah atau polwan berjilbab,” pungkas Saiful Muslim, Jumat (9/1).