Kamis 01 Jan 2015 02:10 WIB

Tahun 2015, Momentum Umat Islam untuk Bangkit

Rep: C83/ Red: Yudha Manggala P Putra
Ribuan Jamaat memadati Masjid Agung At-Tin untuk mengikuti Dzikir Nasional yang diadakan oleh REPUBLIKA, Rabu (31/12).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ribuan Jamaat memadati Masjid Agung At-Tin untuk mengikuti Dzikir Nasional yang diadakan oleh REPUBLIKA, Rabu (31/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nasir mengatakan tahun 2015 harus menjadi momentum bagi umat Islam untuk bangkit dengan melakukan kerja strategis secara kolektif baik di bidang ekonomi, politik, kekuatan moral dan intelektual.

Menurutnya, untuk tingkat dunia, keberadaan Islam memiliki prospek yang cukup bagus dimana banyak negara-negara maju yang selama ini anti terhadap Islam mulai menerima kehadiran Islam. Dalam konteks Indonesia, umat Islam hanya dalam posisi stagnan, aktif tetapi tidak proaktif, relatif maju dan berkembang tetapi belum menjadi pelaku dan penentu baik dalam konteks membangun moral, intelektual, ekonomi dan tatanan politik yang lebih berperadaban.

"Karena itu Dzikir nasional dan muhasabah pergantian tahun harus dijadikan momentum oleh umat Islam untuk memobilisasi potensi dirinya. Agar umat Islam itu tidak seperti genangan danau yang airnya melimpah tetapi tidak punya kekuatan untuk perubahan," ujar Haedar Nasir kepada Republika, Rabu (31/12).

Ia menjelaskan, ada empat agenda strategis yang harus dillakukan oleh umat Islam untuk mewujudkan perubahan peardaban Islam di Indonesia. Pertama, melakukan aktualisasi moral Islam secara kolektif sehingga Islam dapat menjadi contoh dan teladan. Selama ini yang hilang di Indonesia yakni keteladanan, kepribadian dan kejujuran dari umat Islam.

Kedua, yakni melakukan mobilisasi potensi intelektual. Menurutnya, peradaban dibangun di atas pondasi ilmu pengetahuan, teknologi dan pemikiran. Jika Indonesia ingin merebut peradaban maka harus membangun tradisi intelektual.

Ketiga, potensi ekonomi. Haedar mengatakan, di negara maju kekuatan ekonomi dapat menjadi penentu sejarah. Oleh Karena itu, umat Islam Indonesia tahap demi tahap harus membangun potensi ekonomi. Jika umat Islam tetap hidup dhuafa maka dari segi ekonomi umat Islam hanya akan menjadi objek dan konsumen.

Dan yang kempat adalah agenda politik. Kekuatan politik Islam yang berada dalam arus perjuangan politik harus bersinergi dengan kekuatan-kekuatan kemasyarakatan. Inilah yang disebut dengan kepentingan stategis politik islam.

"Saya yakin dengan keempat hal ini Insyaallah lima sampai 10 tahun kedepan akan ada hasilnya. Potensi itu besar, kita punya organisasi islam, media, kita punya kekuatan politik, elit di berbagai tempat. Tapi tidak bisa di mobilisasi. Masih terpisah-terpisah belum bersinergi, belum bersatu. Maka yang diperlukan sinergi, persatuan dan persaudaraan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement