Sabtu 29 Nov 2014 20:58 WIB

Kyai NU Didorong Aktif 'Berperang' di Internet

Rep: C54/ Red: Julkifli Marbun
Prajurit ISIS mengibarkan panji kebesarannya.
Foto: Reuters
Prajurit ISIS mengibarkan panji kebesarannya.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gerakan Islam radikal yang berpusat di Timur Tengah, mulai dari Alqaidah hingga ISIS, adalah ancaman bagi generasi muda tanah air. Terbukti, banyak pemuda Indonesia yang berhasil direkrut dan menjadi prajurit kelompok ekstrimis Islam di Timur Tengah.

Gambaran tersebut mengemuka dalam bedah buku “Alqaidah : Tinjauan Sosial-Politik, Ideologi dan Sepak Terjangnya” karya Wakil Ketua Umum PBNU KH As’ad Said Ali. Acara di gelar di Surabaya, Sabtu (29/11). 

Mempresentasikan bukunya, As'ad yang juga mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) menyampaikan, gerakan-gerakan Islam radikal hadir dengan banyak nama, namun hakikatnya mereka sama, yakni kelompok Islam yang destruktif.

"Mereka merasa paling benar, sehingga tak segan saling cakar-cakaran sesama mereka sendiri," ujar As'ad.

Kelompok-kelompok Islam radikal tersebut, menurut As'ad, lahir dari instabilitas politik, terutama dalam konflik Palestina-Israel. Semangat jihad mengangkat senjata itu, kata As'ad, dibawa ke berbagai belahan dunia, termasuk merekrut warga Muslim dunia untuk ikut berperang.

Di tengah fenomena karut-marutnya Islam di Timur Tengah, menurut As'ad, Indonesia memberikan warna lain Islam yang memikat dunia. Islam yang cinta damai dan terbukti menjadi pemersatu bangsa, menurut As'ad, adalah Islam Nahdlatul Ulama (NU).

Sepanjang pengalamannya di dunia intelejen, As'ad bercerita, dia kerap mengandalkan diplomasi melalui para kyai NU untuk berkomunikasi dengan kaum ekstrimis Islam, termasuk dalam upaya pembebasan sandera. Dia mencontohkan, jaringan NU berperan dalam upaya pembebasan Jurnalis Metro TV Meutya Hafid yang disandera kelompok Islam bersenjata di Irak pada 2005 silam.    

Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj menyampaikan, Islam NU hari ini menjadi rujukan di dunia. Menurut dia, tak terbilang para duta besar dan diplomat yang datang ke kantor PBNU untuk mengetahui ajaran Islam NU yang mengayomi kelompok minoritas dan menjaga perdamaian.

 

"Hampir setiap minggu ada utusan dari luar negeri. Dubes Perancis, Swedia, semua dubes. NU juga sudah ada di Afganistan, di Sudan. Yang di Sudan itu anggotanya asli orang sana," kata Said Aqil.

Sementara itu, pengamat Timur Tengah Ikhwanul Kiram menyampaikan, hari ini kelompok Islam garis keras ISIS menggunakan internet dan berbagai media sosial untuk berpropaganda dan merekrut anggota. "Coba search di Google, dari ribuan entri tentang ISIS, separuhnya adalah konten bermuatan positif yang mereka sebarkan," ujar Kiram.

Menurut Kiram, sebagai ideologi Islam alternatif, NU mendapat tantangan, yakni menghalau propagana para ekstrimis Islam di dunia internet. "Untuk itu, kyai-kyai di pesantren harus sadar internet agar bisa menyelamatkan generasi muda Indonesia," ujar mantan Pemred Harian Republika itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement