REPUBLIKA.CO.ID,LILONGWE --Kaum muslimah di Malawi tengah mengadvokasi pemberlakuan hukuman yang berat kepada pelaku Kekerasan Berbasis Gender (GBV).
Cara tersebut diyakini oleh para Muslimah di negara itu sebagai satu-satunya cara untuk meminimalisir tingkat kekerasan dikalangan mereka.
"Meskipun adanya undang-undang yang mengatur hukuman kekerasan gender di negara ini, namun pada nyatanya peningkatan kekerasan berbasis gender terus saja terjadi. Dimana para wanita dan anak-anak mati secara diam-diam karena kekerasan," ujar Ketua Organisasi Perempuan Muslim Nasional, Fatima Ndaila seperti yang dilansir Onislam, Kamis (13/11)
Ia mengatakan, situasi itu telah memaksa mereka untuk segera mengambil tindakan untuk melobi pengadilan dan anggota parlemen demi menegakkan hukum baru terhadap kekerasan berbasis gender.
Ndaila mengatakan keprihatinannya terkait fenomena yang terjadi di Malawi. Ia menegaskan, ini bukanlah tentang Muslim dan Islam saja, melainkan tentang kehidupan perempuan di negara itu.
"Kita semua harus bergandengan tangan dan menghilangkan kekerasan berbasis gender di tegah-tengah kita. Malawi yang memiliki pandangan agama yang beragam harus berdiri dan saling berdampingan untuk membuat Malawi menjadi tempat yang aman bagi perempuan dan anak-anak," lanjutnya.
Alasan beberapa dari orang tidak takut untuk melakukan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, menurutnya, karena pengadilan di negara itu lunak ketika menetapkan hukuman.
Ketua Nasional Muslim Malawi (MAM) Syeikh Muhammad Idrissa memuji inisiatif yang dilakukan oleh para muslimah itu.
"Sebagai organisasi keagamaan, kami sangat terganggu dengan penderitaaan yang dialami oleh para wanita. Mengingat, penderitaan di negeri ini cukup mengkhawatirkan," ujarnya.
Ia menjelaskan, kekerasan berbasis gender telah menurunkan martabat perempuan dan menghinakan mereka.
Oleh karena itu, ia bersama organisasi yang dibawanya berjanji memberikan dukungan terhadap inisiatif itu. Sehinga, keselamatan perempuan, terlepas dari kecenderungan keagamaan mereka terjaga.
"Kami tidak bisa duduk diam, sementara perempuan dilecehkan di dalam dan di luar rumah mereka sendiri. Sebagai orang beragama, kita perlu mengambil tindakan untuk membalikkan situasi ini," katanya
Islam menjadi agama terbesar kedua di negara itu setelah Kristen. Jumlah sekitar 36 persen dari 16 juta penduduk negara itu. Sekitar 65 persen dari jumlah penduduk adalah wanita.