Rabu 29 Oct 2014 16:55 WIB

Radikalisme, Tantangan Dunia Islam (2-habis)

Rep: cr02/ Red: Chairul Akhmad
Pengetahuan agama Islam yang benar dapat menangkal tumbuhnya bibit radikalisme.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat/ca
Pengetahuan agama Islam yang benar dapat menangkal tumbuhnya bibit radikalisme.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam 10 tahun terkahir Sayyed Saleh juga mengamati bahwa radikalisme telah berkembang luas di Irak.

Ia mengimbau kepada masyarakat terutama orang tua untuk menanamkan pendidikan agama yang baik kepada anak-anak mereka sejak usia dini.

Islam, kata dia, merupakan agama yang moderat dan menghargai serta mencintai perdamaian antara sesama manusia. Tak peduli berbeda agama atau berbeda suku, Islam merupakan agama yang menghargai perbedaan. Agama Islam juga tidak pernah memaksa siapa pun.

Radikalisme dapat juga dipahami sebagai suatu sikap yang mendambakan perubahan terhadap status quo dengan jalan menghancurkan status quo tersebut secara total dan menggantinya dengan hal baru.

Cara tersebut biasanya bersifat revolusioner. Menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada secara drastis lewat kekerasan. Hal itu dinilai sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam.

Mantan presiden Indonesia Abdurrahman Wahid pernah mengatakan, ada tiga faktor yang berpengaruh dalam paham radikalisme. Yakni, kemajuan Barat yang sedemikian hebat, pendangkalan pemahaman agama serta kritis institusi. Inti ajaran radikalisme yaitu, Dar-al-Islam, Dar-al-Harb, Dar-al-Shulh.

Ketua Satgas Program Nasional Penanggulangan Terorisme Nasaruddin Umar menegaskan, umat Islam di negara manapun terutama di Indonesia harus berani menyerukan penolakan terhadap radikalisme untuk menciptakan suasana yang harmoni.

Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah menyortir buku-buku yang terlalu bersifat radikal. Selain itu, mengantisipasinya dengan membatasi penggunaan internet. "Kita harus berani melantangkan bahwa garis keras itu sangat sesat," ujar Nasarudin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement