Rabu 17 Sep 2014 08:31 WIB

Mengikuti Sunah karena Cinta (2-habis)

Para fukaha sempat memperdebatkan hukum memakai serban.
Foto: Imagekind.com
Para fukaha sempat memperdebatkan hukum memakai serban.

Oleh: Hannan Putra     

Banyak juga yang menyangkal perbuatan orang-orang yang ikut-ikutan beserban.

Menurut mereka, beserban bukanlah sunah karena tidak ditemui satu hadis sahih pun yang menganjurkan untuk beserban. Pada kesimpulannya, beserban bukanlah sunah yang mesti diikuti.

Namun, salah seorang yang beserban mempunyai alasan sederhana ketika ditanya apa alasannya mengenakan serban. Jawabannya sederhana, karena kecintaannya kepada Nabi. Nabinya beserban maka ia ingin seperti Nabinya pula. Apa yang salah dengan seseorang yang ingin berpakaian seperti Nabinya?

Sama halnya, ketika seorang mencintai dan mengidolakan seorang pemain bola. Ia dengan bangga mengenakan kostum pemain bola favoritnya. Kendati kostum itu tidaklah ia pakai ketika bermain bola.

Demikian pula halnya orang yang beserban itu, ia menyandarkan tindakannya pada hukum beserban dalam tinjauan fikih seperti apa, ia hanya ingin berpenampilan seperti orang yang ia kasihi, Rasulullah SAW.

Salahkah ia? Lalu, argumen apalagi yang bisa mematahkannya? Ketika seseorang sudah berbicara soal cinta, tak ada lagi alasan yang bisa mengkritiknya. Seorang yang mencintai, tak butuh alasan apa pun untuk bertindak. Ia tak akan pernah bisa memberikan dalil apa alasannya ia mencintai.

Bukti cinta kepada seseorang, ia bisa mencintai apa yang dicintai kekasihnya. Ia membenci apa yang dibenci kekasihnya. Seorang pecinta menjadi budak dari apa yang dicintainya. Ia akan mengikuti apa pun yang diinginkan kekasihnya.

Ia akan melakukan apa pun untuk kekasihnya. Tujuannya hanya satu, agar yang dicintainya bisa bahagia. Syukur pula jika ia mendapat bonus, yakni cinta yang berbalas. Ia juga dicintai oleh kekasihnya.

Begitulah perumpamaannya seseorang yang cinta kepada Rasulullah SAW. Ia mampu mencintai apa yang dicintai Rasul, membenci apa yang dibenci Rasul, mengikuti seluruh gaya hidup Rasul, dan tunduk patuh dengan perintah maupun larangannya.

Ia tak peduli, apakah sunah Rasulnya tersebut merupakan wajib, sunah, atau makruh. Baginya apa pun yang berasal dari Rasul merupakan kemestian untuk ia ikuti pula.

Kecintaan inilah yang menyelamatkan pecinta Rasulullah SAW dari ancaman di dunia hingga akhirat. Seperti kisah sahabat yang membungkuk tadi diselamatkan dari bidikan panah. Sebagaimana pesan Maulana Zakariyya al-Kandahlawi, “Di dalam sunah ada kejayaan.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement