REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Pengelolaan wakaf umat Islam saat ini masih bersifat konvensional. Dampaknya, manfaat dari wakaf belum maksimal.
Direktur Eksekutif Badan Wakaf Indonesia, Achmad Djunaedi dialog sejulmah lembaga wakaf termasuk ormas Islam di Indonesia belum mencapai satu mekanisme yang ideal. Namun, rintisan mekanisme itu sudah berjalan pada sejumlah lembaga wakaf profesional.
"Beberapa lembaga seperti Alazhar, ESQ, Nurul Fikri, PKPU, Tabung Wakaf, ACT, DD, 60 BMT Besar se-Indonesia sebagai lembaga pengelolaan wakaf yang mengelola dana wakaf cukup besar. Perkembangan tahun ini, begitu pesat jika dibanding tahun lalu. Per-Agustus tahun lalu aset uang yang dikelola hanya Rp 6 miliar. Saat ini dana wakaf yang dikelola sudah berkisar Rp 200 miliar,” kata Djunaedi.
Namun, capaian bisa meningkat dengan syarat yakni perlunya pendataan aset wakaf dan sertifikasi wakaf untuk mendapat kepastian hukum. Selanjutnya, perlu ada dorongan perubahan pengelola wakaf konvensional agar menjadi wakaf berbadan hukum. Lalu, menguatkan internal kelembagaan nazhir wakaf (individu atau lembaga yang diamanatkan) dari tradisional menjadi profesional.
“Bisa pula dengan menggandeng konsultan bisnis profesional dan pakar manajemen,” ujar dia.
Selanjutnya, badan wakaf tersebut dapat bekerjasama dengan investor, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, seperti IDB, BUMN-BUMN, bank-bank syariah, dan para pemodal besar lainnya untuk berinvestasi dalam proyek wakaf produktif.