Oleh: Hannan Putra
Menurut ulama mazhab Maliki, Syafi‘i, dan Hanbali, harta rikaz boleh dimiliki penemunya, tetapi apabila pada kemudian hari diketahui pemiliknya, ia wajib mengembalikan gantinya.
Harta yang terpendam di perut bumi sering diistilahkan dengan harta karun. Kebanyakan orang berpendapat, harta tersebut merupakan peninggalan dari Karun, salah seorang dari umat Nabi Musa yang ditelan bumi bersama hartanya karena enggan membayar zakat.
Harta yang terpendam di dalam Islam diistilahkan dengan rikaz. Ada istilah lain yang hampir sama dengan rikaz, yaitu ma'adin (tambang atau sumber barang tambang) dan kanz.
Ulama mazhab Hanafi mengartikan rikaz sebagai seluruh harta yang terpendam dalam tanah, baik keberadaan harta itu atas kehendak Allah SWT, seperti bijih besi, emas, dan perak, maupun yang disimpan manusia zaman dahulu, seperti harta karun.
Dalam pengertian ini, rikaz dan ma‘adin mempunyai arti yang sama. Tidak ada perbedaan antara status harta yang dipendam manusia dan harta yang berupa barang tambang.
Namun, jumhur ulama membedakan antara rikaz dan ma'adin. Para ulama mendefinisikannya berdasarkan orang yang menyimpan atau memendam harta. Rikaz adalah harta terpendam yang disimpan orang terdahulu (pada masa Jahiliah), sedangkan ma'adin adalah harta terpendam yang disimpan oleh orang yang telah memeluk agama Islam. Sedangkan, kanz adalah harta terpendam yang tidak dibedakan siapa yang menyimpannya.
Pakar fikih kontemporer dari Suriah, Wahbah az-Zuhaili, mendefinisikan kanz sebagai harta yang disimpan orang di dalam tanah, baik oleh orang sebelum masa Islam maupun pada masa Islam. Pembedaan antara keduanya dapat ditentukan melalui ilmu arkeologi.
Bila harta itu tidak dapat diidentifikasi, menurut sebagian ulama mazhab Hanafi, harta itu dianggap sebagai harta yang disimpan sebelum Islam masuk ke daerah itu. Tapi, sebagian ulama mazhab Hanafi lainnya berpendapat bahwa harta itu dianggap sebagai harta yang disimpan setelah daerah itu dikuasal Islam.
Lebih lanjut, dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan, istilah rikaz, ma'adin, dan kanz dibahas dalam persoalan sebab-sebab pemilikan suatu barang. Menurut ulama mazhab Maliki, Syafi‘i, dan Hanbali, harta rikaz boleh dimiliki penemunya, tetapi apabila pada kemudian hari diketahui pemiliknya, ia wajib mengembalikan gantinya.