Sabtu 16 Aug 2014 14:59 WIB

Faktor Ketidaktahuan Picu Fenomena Jilbab Ketat

Rep: C78/ Red: Julkifli Marbun
Fenomena 'jilboobs' atau jilbab seksi yang memperlihatkan lekuk tubuh perempuan menjadi pergunjingan.
Foto: Republika/Tahta Aidilla/ca
Fenomena 'jilboobs' atau jilbab seksi yang memperlihatkan lekuk tubuh perempuan menjadi pergunjingan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika istilah “Jilboobs” mengemuka seiring kritikan yang bertubi untuk Muslimah yang dinilai berjilbab tapi tak syar’I, ada saudara Muslimah lainnya yang masih harus mengumpulkan keberanian ketika ingin menggunakan jilbab. Terutama di daerah Indonesia yang minoritas, muslimah harus mengharapi kendala kultural dan sosial ketika memutuskan berhijab.

Namun, menurut Sekretaris Umum Pelajar Islam Indonesia di Bali Fathima Azzahra, berhijab secara syar’I bagi Muslimah tak mengenal tempat, apakah ia berada di lingkungan minoritas maupun mayoritas. Berhijab secara syar’i merupakan ekspresi dari ketaatan dan kehormatan wanita dalam bersosialisasi di tengah masyarakat.

“Ketika muncul istilah ‘jilboobs’ tak boleh kita langsung menghujat pelakunya, karena boleh jadi, cara berjilbab seperti itu disebabkan ketidaktahuan,” kata dia pada Sabtu (16/8). Dikatakannya, istilah “jilboobs” dirujuk kepada seorang muslimah yang berjilbab, namun masih menampakkan lekukan tubuh dengan memakai pakaian ketat.

Selain ketidaktahuan, keberadaan muslimah yang berjilbab tapi berpakaian ketat disebabkan ada anggapan bahwa hal tersebut lebih baik dari apda tidak ebrhijab sama sekali. Ada juga yang ingin tetap terlihat modis dan gaya ketika berjilbab. Disamping itu, tren berjilbab dengan sajian contoh yang beraneka gaya semakin membuat bias esensi berjilbab.

Maka, fenomena tersebut bagi Fathima adalah suatu tamparan, sebab tnggung jawab berdakwah soal jilbab syar’I perlu lebih digiatkan. Selama ini, melalui organisasi solidaritas peduli jilbab (SPJ), ia dan teman-temannya berdakwah perihal jilbab syar’i.  

Berdasarkan pemahamannya, jilbab merupakan pakaian longgar dan tidak transparan yang menutup tubuh wanita dari atas kepala hingga kaki. “Yang perlu ditutupi ialah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan,” katanya. Maka jilbab, lanjut dia, sebetulnya bukandiartikan sebagai kerudung yang menutup kepala.

Langkah pertama yang mesti diperhatikan ketika berdakwah soal jilbab syar’I adalah memperdalam pengetahuan diri pribadi soal makna menutup aurat, dan tujuan utama wanita berjilbab. Pengetahuan tersebut juga penting, sebab dalam berdakwah, akan muncul pertanyaan sekaligus perdebatan, sebab banyak pemahaman dan penafsiran yang berbeda terkait jilbab oleh sejumlah kalangan muslim.

Dijelaskannya, setelah diawali oleh pemahaman soal jilbab yang mumpuni, dilanjutkan dengan memberi contoh bagaimana berjilbab sesuai syariat, berlanjut dengan berbagi pengetahuan tersebut kepada yang belum tahu. “Ketika orang lain mellihat banyak muslimah yang berhijab sesuai syariat, maka akan lebih banyak lagi yang salah kaprah soal makna jilbab,” ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement