Oleh: Nashih Nashrullah
Ratusan tahun sebelum Rumi, tokoh Ibnu Arabi adalah kiblat bagi para penyair sufi. Setidaknya dua karyanya yang monumental yakni Al-Futuhat al-Makkiyah dan Fushush al-Hikam. Sekalipun sebagian kalangan meragukan karya yang terakhir ini adalah buah pemikiran sang tokoh.
Kembali, simbol-simbol dan istilah ketasawufan sangat kental dalam karya-karya Ibnu Arabi.
Tidak ada bagi seorang yang gila dalam nafsunya kecuali aduan jauh dan keterasingan.
Tetapi aku sebaliknya. Sesungguhnya kekasihku dalam khayalanku, aku masih mendekat.
Kekasihku bagian dariku, dalam diriku, dan di sisiku, maka mengapa aku bertanya ada apa dalam diriku, ada apa dalam jiwaku.
Dunia sastra memang cukup pelik, tak semua orang mampu menangkap pesan di balik susunan kata dan struktur kalimat di tiap baitnya. Belum lagi penggunaan simbol-simbol yang sulit dicerna.
Tidak mengherankan bila anekdot itu muncul, bahasa sastra, atau puisi lebih tepatnya, dalam konteks tulisan ini, makna definitifnya hanya Tuhan dan penyair itu sendiri yang tahu.
Sekalipun, ada upaya untuk memasuki dimensi si penyair. Dalam kasus Ibnu Arabi, langkah penerjemahan makna puisi-puisi yang ditulis dilakukan oleh para muridnya. Ada nama Sadr al-Din al-Qunawi (671 H) lewat kitabnya Al-Fukuk.
Tetapi, masih saja ia terjebak dalam penjelasan yang rumit. Meski demikian, kontribusi al-Qunawi menjadi pembuka bagi penikmat puisi sufistik Ibnu Arabi. Sebut saja, Afif al-Din al-Tilmisani, Mu'ayyad al-Din al-Jandi (690 H), Sa'id al-Din al-Farghani, dan Fakhr al-Din al-Iraqi. Beberapa kriteria dan kaidah diletakkan untuk membaca pemikiran Ibnu Arabi yang tersurat dari karya-karya puisi sufistiknya.
Tentu ini menjadi pekerjaan besar. Membaca pemikiran di masa lampau dengan segala kendala yang ada. Terutama ialah penggunaan simbol dan istilah-istilah yang sulit dicerna. Ini bukan berarti bahwa susunan kata dan kalimat itu mustahil dicerna.
Sebab, mengutip hadis riwayat Said bin al-Musasyyib, dari Abu Hurairah, ada sebagian ilmu hikmah yang tidak diketahui hanya oleh para ahli makrifat yang memiliki kedekatan dengan Allah SWT. Dan ilmu ini, hanya akan dibuka di hati para hambanya yang besih, tidak bagi semua makhluk.
Wajar bila as-Syibli, tokoh sufi terkemuka di abad ke dua Hijriah dalam bait syairnya tentang definisi tasawuf, pernah mengatakan:
Tasawuf adalah dimensi yang tak terbatas, ilmu suni, samawi, dan transendental
Ada banyak faedah bagi para ulama yang mengetahuinya
Mereka adalah ahli hikmah dan ilmu spesifik.